Wibawa Polwan Berjilbab

“Wahai Nabi, perintahkanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri kaum mukmin untuk mengenakan jilbab, menutup bagian atas badan mereka dengan kain kerudung besar. Mengenakan jilbab itu membuat mereka lebih mudah dikenal sebagai perempuan shalihah dan tidak diganggu oleh laki-laki nakal. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada semua makhluk-Nya”. (Qs. Al-Ahzab [33]: 59)

Risalah Mujahidin – HINGGA dilengserkan sebagai Kepala Kepolisian Negara RI (Kapolri), Jenderal Polisi Sutarman belum juga menyetujui pemakaian jilbab di kalangan polisi wanita (Polwan). Menurutnya penggunaan jilbab akan berdampak pada perubahan peraturan dasar kepolisian.

“Ini kami masih evaluasi, bukan tidak kami evaluasi, karena itu menjadi tuntutan masyarakat,” kata Sutarman kepada wartawan saat berkunjung di Markas Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (13/3).

“Polri itu kan memiliki peraturan seragam kepolisian (gampol) yang diatur oleh ketentuan dan aturan. Mengubah aturan itu harus kami lakukan secara benar melalui kajian dan melalui pertimbangan yang banyak,” katanya lagi.

Sementara itu, selama proses pembahasan perubahan peraturan itu, menurut dia, anggota kepolisian harus tetap melakukan tugas dengan maksimal.

“Pemakaian jilbab merupakan hak asasi setiap anggota masyarakat. Tetapi karena kita memproklamirkan maka kita juga harus merelakan hak asasi kita untuk dibatasi, bukan hanya persoalan jilbab saja, namun termasuk hak memilih dan dipilih,” kata dia.

“Yang ingin menjadi anggota polri kita sendiri, sehingga setelah menjadi anggota jangan banyak menuntut. Berbuatlah yang terbaik demi bangsa dan negara, bukan menuntut,” katanya menambahkan.

Sepanjang aturan masih tidak memperkenankan pemakaian jilbab, dia meminta agar anggota Polwan tetap mematuhi aturan yang ada.

“Insya Allah tidak berdosa karena termasuk kita merelakan hak asasi kita ini, karena memproklamirkan diri menjadi anggota Polri,” katanya.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Hamidah Abdurrachman, melihat ada dua hal yang membuat Kapolri dan Wakapolri tak kompak menyikapi persoalan seragam polwan berjilbab.

“Pertama, ketidaksiapan Polri untuk menjawab aspirasi polwan gunakan jilbab. Sehingga, pernyataan pimpinan terkesan sewot, seperti pernyataan Wakapolri tentang ancaman pindah tugas atau bantuan kordinasi (BKO),” kata Hamidah kepada Okezone, Jumat (6/12/2013).

Kedua, kata Hamidah, adanya inkonsistensi dari Kapolri Jenderal Sutarman, dalam memutuskan izin penggunaan jilbab dalam seragam polwan.

“Ada inkonsisten dari Kapolri, sudah membolehkan, sekarang malah mencabutnya. Kalau 2014 tidak masuk anggaran maka menunggu 2015. Terlihat Kapolri mau lepas tangan namanya,” ujarnya.

Dia pun, berencana untuk meminta konfirmasi langsung mengenai hal tersebut kepada pimpinan Polri, dalam hal ini Sutarman dan Oegroseno. “Mungkin saatnya Kompolnas menanyakan hal tersebut kepada pimpinan Polri agar tidak menimbulkan keresahan pada anggota,” sambungnya.

Anggota Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya, Maneger Nasution, mendesak Kapolri Jendral Sutarman untuk segera mengesahkan Peraturan Kapolri (Perkap) jilbab polwan yang hingga saat ini statusnya masih belum ada kepastian.

Menurut Maneger, pengesahan perkap polwan bisa menjadi sebuah gebrakan yang akan dicatat sejarah. “Jika perkap segera disahkan, maka ini akan dicatat oleh sejarah,” kata Maneger.

Sebaliknya, kata Maneger, jika kapolri tidak segera mengesahkan perkap jilbab polwan maka penundaan ini juga akan dicatat sejarah. Karena, menggunakan jilbab merupakan hak asasi manusia yang tidak boleh ditunda-tunda dan negara wajib memenuhinya.

Sebelum lengser, Sutarman berjanji Agustus atau September 2015 ini Perkap itu akan rampung. Setelah itu, pengadaan jilbab bagi polwan akan dilaksanakan. “Nanti tahun 2015 sudah selesai,” ungkap Sutarman di Mabes Polri, Jumat (9/1).

Mantan Kapolda Metro Jaya itu menambahkan, saat ini perkap jilbab polwan sudah sampai perencanaan dan pengadaan anggaran. Anggaran yang disiapkan Rp 1,2 triliun. Menurut Sutarman, pemakaian jilbab  merupakan hak asasi manusia yang tidak boleh dilarang.

Mabes Polri Larang Berjilbab

Pergantian pucuk pimpinan Polri pasca Jenderal Polisi Sutarman, digantikan oleh  Plt Kapolri Komjen Badrodin Haiti, belum juga dituntaskan aturan ini. Tapi malah membuat surat edaran yang ditujukan ke Polda berisi larangan wanita polisi berjilbab yang dikeluarkan Markas Besar Kepolisian Indonesia.

Berdasarkan surat edaran itu, Polda Riau mengeluarkan telegram bernomor ST/68/1/2015 yang ditandatangani Kepala Polda Riau, Brigadir Jenderal Polisi Dolly Hermawan, pada 19 Januari 2015.

Dalam telegram itu dituliskan, masih banyak ditemukan pengguna seragam polisi, terutama wanita polisi dan perempuan PNS, yang tidak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Kemudian juga dituliskan bahwa penggunaan jilbab bagi wanita polisi tidak dibenarkan karena belum ada regulasinya.

“Jilbab itu kan belum diatur, jadi kalau sudah ada aturannya baru boleh dikenakan,” kata Kepala Bidang Propam Polda Riau, AKBP Budi Santoso.

Ketika ditanyakan bagaimana untuk Polwan yang sudah terlanjur berjilbab, Budi mengatakan setiap personel Polri harus tunduk dengan kebijakan dan aturan yang sudah ada. Namun, ia tidak bersedia merincikan sanksi bagi polwan yang melanggar aturan itu.

Sebenarnya, tidak ada kerugian apapun bagi Polri bila para Polwan itu taat beragama, sehingga mereka taat juga berjilbab. Apa yang dikhawatirkan dengan busana jilbab bagi Polwan? Secara konstitusional setiap orang beragama berhak menjalankan agamanya secara utuh, sekalipun dia seorang Polwan.

Dalam pandangan Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN) Malang, Mudja Rahardjo, alangkah baiknya bila para anggota Polisi Wanita (Polwan) sudah mengenakan jilbab mulai dari sekarang sebelum Peraturan Kapolri disahkan.

“Alangkah baiknya Polwan sudah memakai jilbab tanpa harus menunggu perkap disahkan,” ujar Mudja.

Mudja menilai tidak ada masalah bagi Polwan Muslimah untuk menjalankan syari’at agama Islam dengan memakai jilbab saat bertugas. Menurutnya, yang terpenting adalah pekerjaan dan tugas-tugas mereka dapat lebih baik dan tidak terganggu.

“Asalkan tidak terganggu, sebenarnya memakai jilbab sangat baik bagi Polwan Muslimah di Indonesia,” ujar Mudja.

Mudja juga berharap, Perkap Jilbab Polwan dapat segera disahkan agar tidak kembali mengalami tarik ulur. Menurutnya, selain menjadi lebih baik dalam bertugas, para Polwan juga dapat menjalankan syari’at Islam dengan benar.

Polwan dengan seragam jilbab jauh lebih berwibawa, santun dan akhlaknya terjaga. Karena itu, diharapkan Kapolri baru atau PLT Kapolri dapat menemukan solusi terbaik yang tidak bertentangan dengan konstitusi dan Kitab Suci Al-Qur’an, demi menghindarkan kesan seolah Polri Islamophobia. Sesungguhnya Allah Swt berfirman:

“Wahai Muhammad, perintahkanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman, agar menjaga pandangan mata mereka ketika berhadapan dengan laki-laki bukan mahramnya, dan menjaga kemaluan mereka dari zina. Janganlah mereka menampakkan bagian leher dan dada mereka. Yang boleh tampak hanyalah wajah dan telapak tangan mereka. Kepala dan dada mereka hendaklah ditutup dengan kerudung lebar. Janganlah mereka menampakkan kepala, leher, dada, dan tangan mereka, kecuali kepada suami, ayah, mertua, anak laki-laki kandung atau tiri, saudara laki-laki, keponakan laki-laki dari saudara laki-laki atau perempuan mereka atau sesama perempuan muslim atau budak laki-laki mereka atau laki-laki pembantu rumah tangga mereka yang tidak punya birahi atau anak-anak yang belum mengenal aurat perempuan. Janganlah perempuan itu membunyikan gelang kaki mereka agar orang lain mengetahui perhiasan yang tersembunyi pada kaki-kaki mereka. Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian bertaubat kepada Allah, supaya kalian mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat”. (Qs. An-Nur [24]: 31)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top