Risalahmujahidin.com – Dewasa ini, ingkar janji telah menjadi tradisi para pejabat Negara, baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif. Sejak pencalonan hingga terpilih, mereka cenderung obral janji.
Tradisi ingkar janji, sejatinya disumbangkan oleh sistem politik demokrasi yang memilih pemimpin dengan menihilkan peran agama. Tidak pula berdasarkan kapasitas, profesionalitas, serta kredibilitas. Namun, lebih didasarkan pada popularitas, dan siapa yang banyak memiliki kapital alias modal fulus.
Disinilah awal terjadinya janji-janji palsu yang pada akhirnya diingkari. Akibat dari pejabat ataupun pemimpin yang suka ingkar janji adalah kehancuran tata kehidupan masyarakat, baik moral, sosial, politik, ekonomi, dan lain-lain. Nasib rakyat Indonesia yang terus menerus di landa petaka, merupakan bukti nyata kegagalan serta kebusukan demokrasi.
Dalam Islam pemimpin yang ingkar janji berarti telah melakukan suatu kebohongan yang merupakan identitas kaum munafik. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesudahku nanti akan ada pemimpin-pemimpin yang berdusta dan berbuat zhalim, siapa yang membenarkan kedustaannya dan membantu kezhalimannya, maka ia tidak termasuk golongan dari umatku dan aku juga tidak termasuk darinya dan ia tidak akan datang ke telagaku (yang ada di surga).” (HR. Nasa’i dari Ka’ab).
Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2011 dan Hakim Konstitusi periode 2008-2013, Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D., S.H., S.U menyatakan, kerusakan yang terjadi di Indonesia disebabkan tidak adanya pemimpin yang berani dan bersih. Namun, pemimpin yang bersih tidak mungkin lahir dari rahim sistem demokrasi.
“Mewujudkan pemimpin berani dan bersih tidak mudah, karena kita ini adalah negara demokrasi,” kata Mahfud MD di hadapan peserta Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se-Indonesia V di Ponpes At-Tauhidiyyah Cikura, Tegal pada Senin malam (08/06/2015).
Mahfud menjelaskan, sebenarnya sejak awal sistem demokrasi telah disebut sebagai sistem yang jelek. Bahkan, hal itu dinyatakan langsung oleh tokoh-tokoh Yunani yang pertama-tama menerapkannya, seperti Plato dan Aristoteles.
Aristoteles menyatakan bahwa di dalam sistem demokrasi banyak demagog. “Demagog itu orang yang suka berpidato tapi bohong, nah itulah ingkar janji,” ujar Mahfud.
Demagog adalah agitator penipu yang seakan-akan memperjuangkan rakyat padahal semua itu dilakukan demi kekuasaan untuk dirinya. Demagog biasa menipu rakyat dengan janji-janji manis agar dipilih, tapi bila sudah terpilih tak peduli lagi pada rakyat, bahkan dengan kedudukan politiknya sering mengatas namakan rakyat untuk mengeruk keuntungan.
Lalu, siapakah dan seperti apakah politisi demagog? Yaitu, politisi yang membohongi rakyat dengan berpidato sampai mau menangis karena ingin membela rakyat, padahal pekerjaannya merampok hak-hak rakyat.
Ada juga yang beraliansi, berteriak mau menyelamatkan bangsa dari disintegrasi, membangun Negara tanpa diskriminasi. Tetapi prilakunya sangat destruktif bagi keselamatan bangsa dan negara. Mereka berteriak ingin memberantas korupsi padahal dirinya disinyalir sebagai koruptor yang dengan licik dan licin membobol keuangan negara.
Ada lagi oknum atau tokoh partai yang berpidato berapi-api, jika partainya menang dalam pemilu dan menguasai kursi parlemen maka negara akan makmur dan rakyat sejahtera. Padahal banyak yang tahu bahwa sang pemidato itu selalu melakukan perselingkuhan politik dan mencampakkan idealisme partainya untuk kepentingan pribadinya.
Sungguh tragis, sebuah negara besar dipimpin oleh para demagog. Coba perhatikan sidang-sidang di DPR/MPR banyak sekali kursi yang kosong. Anggota dewan yang terhormat tidak kelihatan sosoknya, seperti setan. Absensinya ada tetapi orangnya tidak nampak.
Benar-benar seperti setan. Karena setan tidak dapat dilihat tetapi bila berada di dekat kita, seolah bulu kuduk berdiri. Kehadirannya tidak membuat rakyat nyaman, dan ketidak hadirannya merugikan negara.
Kondisi demikian itulah yang digambarkan oleh Muhammad Iqbal, salah seorang tokoh pendiri negara Pakistan, dan lebih dikenal sebagai pujangga sekaligus politisi Muslim.
Dalam sebuah diwan berjudul Parlemen Iblis (Iblis ki Majlis-i-Syra), Muhammad Iqbal menulis sebuah sajak yang cukup panjang berisi dialog antara setan dan para pembantunya. Mereka memperbincangkan tentang dunia ini yang berada diambang kehancuran, dan inilah momentum yang ditunggu setan untuk melampiaskan dendamnya pada manusia.
Setan Jin mulai memperagakan tarian purbanya, ujar setan memulai dialognya.
Lihat segala warna warni ini, lihat dunia ini segala yang dicipta dengan kun fayakun oleh Sang Maha Besar.
Sebentar lagi akan aku hancurkan otak cemerlang bangsa Eropa dan takhayul kerajaan dunia ku cipta sebagai awal malapetaka. Ku tiup mantera ke semua Masjid, Gereja dan Pagoda. Ku sesatkan para musafir. Ku mabukkan para pemimpin dengan kapitalisme global. Tidak ada yang mampu meniup api angkara murkaku.
Pembantu setan kemudian berkata, bahwa tidak ada lagi ancaman bagi setan di dunia ini. Otokrasi telah disulap menjadi demokrasi. Sedang setan yang lain mengatakan, “Jika ke tempat lain kita arahkan pandangan, akan tampak tiran sedang lahir di mana-mana. Apa tak kau lihat pemerintahan demokrasi di Barat yang kelihatan cerah itu? Jiwa mereka sebenarnya jauh lebih kelam dan kejam dari Jengis Khan.
Diskriminasi Demokrasi
Praktik demokrasi, selain menyesatkan juga diskriminatif. Apabila terjadi bentrok antara umat Islam dan Kristen di negeri ini, kaum liberal, komunis, syiah, pasti menyalahkan umat Islam. Jika tidak, berarti intoleran dan prilaku sadis diktator mayoritas. Menurut teori demokrasi pihak mayoritas haruslah melindungi minoritas sekalipun salah.
Dalam mimpi para demokrat, ideologi yang benar adalah demokrasi sekalipun anti agama. Kaum Muslimin diwajibkan menjadi penganut demokrasi agar eksistensinya diakui oleh peradaban dunia. Dan untuk mengenal demokrasi, tidak boleh dilihat dari prilaku curang, diskriminatif kaum demokrasi barat maupun Eropa.
“Kejahatan, sikap intoleran, dan prilaku a-moral pendukung demokrasi, semata-mata karena belum melaksanakan demokrasi secara sempurna,” kata mereka.
Orang-orang kafir, di barat maupun di timur, seakan mendapatkan previlege dari Tuhan untuk mempelajari Islam hanya dengan melihat prilaku sebagian besar umat Islam. Jika mereka mengenal Islam dengan menelaah Al-Quran dan menghayati Sunnah Rasulullah Muhammad Saw, hanyalah berdasarkan persepsi dan sudut pandang ideologi mereka. Karena itu mereka tidak pernah dapat mengenal Islam dengan sebenarnya
Jika pengikut peradaban global dunia bersikap anti-Islam tanpa melalui apresiasi terhadap Qur’an. Maka seharusnya umat Islam bersikap anti-demokrasi dengan memahami teori demokrasi, dan diperkuat dengan fakta curang, busuk praktik demokrasi, terutama saat pilpres, pilkada, serta berbagai kebijakan global.
Itulah matahari baru yang kini masih semburat. Tetapi kegelapan yang ditimpakan oleh peradaban yang fasik dan penuh prasangka kepada Islam, telah terakumulasi sedemikian parahnya. Perlakuan-perlakuan curang atas Islam telah mengendap menjadi gumpalan rasa perih di kalbu jutaan umat Islam.
Khutbah Iblis di Akhirat
Penyelenggara pemilu di Indonesia dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), tapi di negeri Setan hal itu dilakukan oleh KPI (Komisi Pemilihan Iblis). Rakyat Indonesia sangat mengharapkan anggota parlemennya benar-benar memihak kepada rakyatnya, bukan anggota parlemen Setan, yang korupsi anggaran, korupsi waktu dengan penuh kecurangan.
Kelak di hari kiamat, pemimpin para Setan yakni Iblis, berdiri di atas mimbar yang terbuat dari api. Lalu berorasi, seraya mencurahkan segala muslihat di hadapan pengikutnya dulu ketika di dunia.
“Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya.”
Mufassir Ibnu Katsir, dalam Tafsiir Al-Qur’an Al-‘Adziim menulis: “Allah mengabarkan tentang khutbah yang disampaikan oleh Iblis kepada para pengikutnya, yaitu setelah Allah memutuskan/menghisab para hamba-Nya, lalu Allah memasukan kaum mukminin ke surga, dan Allah menempatkan orang-orang kafir ke dalam neraka. Ketika itu Iblis berdiri dan berkhutbah kepada para pengikutnya agar semakin menambah kesedihan di atas kesedihan mereka, kerugian di atas kerugian, serta penyesalan di atas penyesalan.
Khutbah tersebut disampaikan oleh Iblis kepada para pengikutnya pada saat pengadilan Ilahy digelar di akhirat. Ketika hari pertama menghuni neraka, situasinya sangat menakutkan. Ketika mereka telah melihat api yang menyala-nyala yang siap membakar mereka.
Iblis yang selama di dunia menipu manusia, menjauhkan manusia dari jalan Allah, menyesatkan mereka dengan berbagai paham. Hari itu Iblis mengungkap kebenaran yang selalu disembunyikan, melalui khutbah yang mengalirkan air mata penyesalan.
Khutbah yang benar-benar telah menyadarkan mereka akan kesalahan-kesalahan mereka di dunia. Khutbah yang menyadarkan mereka, bahwa selama ini mereka tertipu oleh janji manis para pemimpin yang mustahil dapat dipenuhi. Pemimpin dunia yang menjadi penyambung lidah Iblis menjanjikan, bahwa pemerintahan yang berlandaskan demokrasi, sekularisme, komunisme, syiah, niscaya akan membawa kehidupan yang adil, makmur, dan sejahtera.
Kenyataannya, segala janji Iblis di dunia hanyalah dusta belaka. Al-Qur’anul Karim mengungkapkan dusta Iblis yang diakui sendiri dalam khutbah terakhir yang menggiriskan. Beginilah Al-Qur’an memberitakan:
“Orang-orang kafir, semuanya akan berkumpul di hadapan Allah kelak di akhirat. Lalu orang-orang yang ketika di dunia disesatkan akan berkata kepada orang yang menyesatkan mereka: “Sungguh kami dahulu menjadi pengikut kalian. Adakah sekarang kalian berguna untuk menyelamatkan kami sedikit saja dari adzab Allah?” Mereka menjawab: “Sekiranya di dunia dahulu Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami juga memberi petunjuk kepada kalian. Bagi kita sama saja, bersedih hati atau bersabar, sama sekali tidak ada peluang bagi kita untuk melarikan diri dari siksa akhirat.
Ketika semua perkara telah selesai diadili, setan berkata kepada orang-orang kafir: “Sungguh Allah telah memberikan janji yang benar kepada kalian. Aku juga telah memberikan janji kepada kalian, tetapi kini aku ingkari janjiku kepada kalian. Sungguh aku tidak mempunyai kekuasan sedikit pun untuk menyesatkan kalian. Aku hanya sekadar mengajak kalian, lalu kalian mengikuti ajakanku. Karena itu, janganlah kalian mencela aku. Tetapi hendaklah kalian cela diri kalian sendiri. Aku tidak dapat meminta pertolongan kepada siapa pun untuk menyelamatkan kalian. Kalian pun tidak dapat meminta pertolongan kepada siapa pun untuk menyelamatkan diriku. Sungguh aku tidak bertanggungjawab atas semua perbuatan kalian menyekutukan Allah dengan aku di dunia dahulu.” Sesungguhnya orang-orang yang menyekutukan Allah pasti memperoleh adzab yang pedih di akhirat.” (Qs. Ibrahim [14]: 21-22)
Upaya Iblis menggoda manusia, menipu dan menyesatkan mereka, kini cita-citanya tercapai. Selama berabad-abad melaksanakan misi sesatnya di dunia, kini bermilyar-milyar pengikutnya, dari kelompok jin dan manusia, terjerumus ke dalam neraka bersama dirinya. Sementara Setan dan Iblis berlepas diri dari para pengikutnya. Tidak mau bertanggung jawab terhadap akibat buruk godaan-godaannya.
Tidak hanya itu, Iblis juga menolak disalahkan. “Janganlah kalian mencelaku. Salahkan diri kalian sendiri, mengapa mau mengikutiku. Sekarang, di hadapan azab Allah, jangankan menolong kalian, menolong diriku sendiri pun tidak bisa. Marilah bersama-sama, kita sabar menerima siksa ini,” kata Iblis.
Kemudian Iblis mengakhiri khutbahnya dengan menyatakan, “Sesungguhnya orang-orang yang menyekutukan Allah pantas memperoleh siksa serta adzab yang menghinakan.” Seraya menyebutkan tentang kenikmatan penduduk surga, yaitu orang-orang yang tidak mau menjadi pengikut Iblis tatkala di dunia. []
BACA: https://risalahmujahidin.com/risalah-mujahidin-edisi-43-parlemen-setan/