Menangkal Aksi Kader PKI

Oleh Drs. Alfian Tanjung, M.Pd*

“Jika saya mati, bukan berarti PKI ikut mati. Tidak sama sekali tidak. Walaupun PKI sekarang sudah rusak berkeping-keping, saya yakin ini hanya sementara, dan dalam proses sejarah, nanti PKI akan tumbuh kembali. Sebab PKI adalah anak zaman, yang dilahirkan oleh zaman.” (Sudisman, CC-PKI, dalam sidang Mahmilub, 1967)

Risalahmujahidin.com – DALAM kurun waktu 45 tahun keberadaan Partai Komunis Indonesia (PKI), terdapat dua peristiwa besar yang mengganggu pemikiran bangsa Indonesia. Yaitu, pemberontakan PKI 18-19 September 1948 di Madiun dengan tokoh utamanya Musso. Kemudian, Gerakan 30 September 1965 atau Kudeta Dewan Revolusi 1 Oktober 1965 yang didalangi oleh DN Aidit sebagai Ketua atau Pimpinan CC PKI.

Sejak 1998, aroma dan keterlibatan kader PKI dalam setiap gerakan yang dilakukan oleh anak cucu PKI baik “anak-cucu” ideologis, biologis dan akademis Sekuleris, kian menguat. Namun, aksi mensikapi gerakan PKI dilakukan secara lokal, personal dan komunitas yang terbatas, secara kelembagaan hanya para senior baik angkatan 1966 maupun TNI AD.

Pada 2010-an sampai hari ini gerakan perlawanan nyaris tidak terdengar, tidak terorganisir, apalagi dalam skala nasional. Keberadaan gerakan perlawanan yang selama ini ada masih bersifat parsial dan hanya kegiatan di forum-forum terbatas atau malah tertutup, padahal gerakan PKI semakin terbuka dan terang-terangan.

Keberadaan Partai Rakyat Demokratik (PRD), merupakan eksistensi keberadaan PKI selain gerakan bawah tanah yang dilakukan dalam negeri maupun di-support oleh jaringan Komunis Internasional (komintern). PRD dibentuk dengan nama Pergerakan Rakyat Demokratik, yang pada tanggal 31 Mei 1996 berubah menjadi Partai Rakyat Demokratik. Pada Tanggal 24-26 Maret 2015 PRD menyelenggarakan Kongresnya yang ke VIII di Hotel Acacia, Kramat Raya Jakarta Pusat. Sejak berdiri PRD merupakan reinkarnasai dari PKI, sementara itu PKI-nya sendiri tetap berjalan.

Kongres PKI di masa orde lama merupakan kongres yang ke VII di Blitar pada tahun 1965. Sedangkan di masa orde reformasi, sudah berlangsung beberapa Kongres PKI. Pada tahun 2000 berlangsung kongres ke VIII di Sukabumi Selatan Jawa Barat, dan kongres kesembilan di adakan di CIanjur Selatan, Jawa Barat, 2006. Sementara kongres yang ke X berlangsung di Desa Ngabrak Magelang, Jawa Tengah, 2010 dengan kamuflase Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik.

Kongres PKI ke X ini menghasilkan pengurus yang dipimpin oleh Wahyu Setiaji (DN Aidit yunior) dan Teguh Karyadi (Nyoto muda). Sementara PRD hasil kongres VIII dipimpin oleh Agus Jabo, sebagai Ketua umum dan Dominggus Oktavianus sebagai Sekretaris jenderal Partai Rakyat Demokratik (PRD/PKI).

Menjelang reformasi muncul buku harian seorang kader Gerwani Muda, yang bernama Dita Indah Sari tertanggal 16 April 1996 yang berisi: ”Partai sudah berdiri, Well, 31 tahun terkubur, dibantai, dihina, dibunuh, dilarang, diawasi, dikhianati, sekarang dibangun lagi”.

Kalimat 31 tahun, terhitung sejak pemberontakan G 30 S PKI, 1965. Peristiwa 27 Juli 1996 merupakan aksi pertama dari kader neo PKI untuk mengukuhkan eksistensinya sehingga mereka merasa percaya diri untuk ikut pemilu pada tahun 1999.

Berturut-turut setelah itu, muncul buku: “Aku Bangga Jadi Anak PKI” di gedung YTKI Jalan Gatot Subroto Jakarta, pada 1 Oktober 2002. Disusul dengan buku Anak PKI masuk Parlemen, September 2005, dan menyusuri jalan perubahan/PKI Juli 2012.

Beberapa catatan kegiatan PKI yang menjadi indikasi kuat akan keseriusan kaum PKI untuk hidup kembali, baik secara ideologi maupun secara kelembagaan Partai Politik dengan nama PKI, atau menunggangi partai tertentu untuk eksisnya ideologi dan kader PKI, dapat disebutkan antara lain, temu raya eks napol/tapol di Cempaka Putih 2003. Selanjutnya, rapat tertutup di kawasan perkemahan wisata Koppeng, Semarang Jawa Tengah 24 Mei 2003. Kemudian, amandemen UU Pemilu No 12 tahun 2003 pasal 60 G, Harian Sore Sinar Harapan Kamis 18 Maret 2004.

Kala itu, Ribka Tjiptaning mengatakan, hanya Front Nasakom yang bisa keluarkan bangsa ini dari krisis. Dibebaskannya 475 kader PKI dari Pulau Buru oleh SBY tahun 2005, Deklarasi Papernas (Partai Persatuan Nasional) 2007, Peristiwa Pakis Ruyung, Kamis 10 Juni 2010, LKS Pkn di SMU Sukabumi 2012: “Indonesia mengembangkan sendiri Idiologi bangsa yang dinamakan Komunis”.

Kostum kotak-kotak yang digunakan oleh Jokowi saat Pilpres 2014, merupakan seragam pemuda Partai Komunis Cina (Lihat Koran Media Indonesia hari senin tanggal 17 September 2012 halaman 12 pojok kanan atas). Penetapan 1 Mei sebagai hari Libur Nasional merupakan sinyal harapan gerakan buruh Komunis.

Dalam masa kampanye Pilpres 2014, terdapat slogan yang mirip dengan slogan Nasakom, yaitu: Kita, Ayo Kerja-kerja-kerja! Pembacaan susunan Kabinet Indonesia Hebat tanggal 26 Oktober 2014, bersamaan dengan tanggal revolusi Komunis Stalin tanggal 26 Oktober 1917.

Pemutaran film senyap di berbagai daerah di awal tahun 2015, dikenakannya kaos belambang Palu Arit oleh Puteri Indonesia 2015, pertemuan kader PKI 24 Februari di solo dan pertemuan kader PKI yang dimotori oleh YPKP 65 di Bukit Tinggi Sumatera Barat, dan kongres PKI/PRD pada tanggal 24-26 Maret 2015 di Jakarta. Semuanya adalah aktivitas ekstrem kiri PKI.

Namun, yang sangat mengejutkan adalah pada saat HUT RI ke 70 di beberapa daerah seperti di Pamekasan Madura, Jember Jawa Timur, Payakumbuh Sumatera Barat, di TMII Jakarta, dan di beberapa daerah dikibarkan bendera palu arit. Kemudian dimeriahkan pula dengan foto-foto tokoh PKI serta grafiti di tembok-tembok di berbagai tempat, seperti di tembok kampus UNP (Universitas Negeri Padang).

Gerakan Komunis, seperti telah disebutkan di atas, terus berjalan. Mereka mengadakan rapat rutin, kaderisasi, dan menata jaringan dengan menyusup di sejumlah parpol, sebagai bagian dari taktik KKM, yakni Kerja di-Kalangan Musuh. Termasuk penggalangan dana acara seremonial seperti Kongres ke XI serta HUT PKI yang ke-90 bertepatan dengan tanggal 23 Mei 2015.

Peringatan HUT PKI ke-90, Sabtu 23 Mei 2015 dari jam 10.00 s/d 13.00 di Gedung Aula Kantor Cabang NU Kabupaten Kendal, berlangsung acara diskusi kebangkitan Nasional. Pada hari ahad tanggal 24 Mei 2015 dari jam 10.00 s/d 13.00 di Parakan Temanggung berlangsung acara HUT PKI ke-90.

Ada hal menarik yang harus dicermati, yaitu dipugar dan dijadikannya Gedung Sarekat Islam (SI) di Jalan Gedong Semarang sebagai cagar budaya oleh Pemkot Semarang. Begitupun, difasilitasinya pembuatan batu Nisan atau prasasti atau kuburan anggota PKI di Plumbon, Wonosari kecamatan Ngliyan oleh Pemkot Semarang, yang selanjutnya akan dijadikan situs atas usulan Paguyuban Masyarkat Semarang untuk Hak Asai Manusia (PMS HAM), merupakan upaya dari kaum PKI untuk eksis kembali.

Gerakan PKI semakin mewujud dan mereka melenggang tanpa respon yang berarti, bagaikan pepatah anjing menggonggong kafilah berlalu. Atau anjing ompong yang tidak bisa menggonggong kafilah berlalu, menari dan berlari gembira.

PKI gemar melakukan taktik KKM, yakni Kerja di Kalangan Musuh, melalui aktivitas infiltrasi. Dan liciknya, gerombolan PKI selalu menuduhkan apa yang dilakukannya pada orang lain atau lembaga lain, sehingga bisa disebut lempar batu sembunyi tangan.

Di antara indikasi gerakan PKI selalu membuat kerusuhan dan keresahan di masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Kader PKI memiliki militansi ideologi yang tertanam melalui perkaderan dan peran berstruktur.

Regenerasi PKI, semakin menguat ketika para diaspora PKI, yang kembali ke Indonesia setelah masa pelarian bertahun-tahun di luar negeri, berani muncul terang-terangan menuntut rehabilitasi pada pemerintah.

Bahaya Diaspora PKI

Pada 12 Maret 1966 Soeharto mengeluarkan perintah pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dan melarang segala hal yang berhubungan dengan komunis. PKI adalah partai terlarang di Indonesia.

Landasan konstitusi negara yang berkekuatan hukum tetap tentang pelarangan komunisme di Indonesia. masih sangat kuat. UUD 1945, dalam pembukaannya jelas termaktub atas berkat Rahmat Allah Swt, Pancasila dan Pasal 29, Tap MPRS XXV tahun 1966 dan UU nomer 27 tahun 1999 pasal 107 ayat a s/d f.

Meskipun begitu, komunis tidak pernah benar-benar mati. Justru itu merupakan proses kebangkitan kembali PKI. Walaupun PKI sudah rusak berkeping-keping, tapi itu hanya bersifat sementara.

Kebangkitan PKI sudah terorganisir. Hal itu terbukti dari banyaknya kelompok-kelompok pendukung PKI yang telah tersebar di berbagai kalangan. Seperti buruh, petani, mahasiswa, wartawan, aparat, birokrat, legislatif, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), budayawan, agamawan, Organisasi Masyarakat (Ormas), Partai Politik (Parpol) yang berinfiltrasi secara simultan.

Mengenai masih adanya pendukung PKI di negeri ini, karena komunis telah melakukan sepuluh langkah guna memunculkan kembali eksistensinya. Pertama, adanya kemunculan kelompok-kelompok studi sebagai kompensasi gerakan mahasiswa kiri. Kedua, kemunculannya sangat simpatik terkait isu-isu kerakyatan, kebebasan, dan hak asasi, dalam bentuk advokasi terhadap persoalan-persoalan yang di hadapi oleh masyarakat.

Ketiga, penataan gerakan dengan landasan kritik-autokritik yang diwujudkan dengan gerakan organisasi tanpa bentuk. Keempat, memantapkan ideologi perjuangan komunisme. Kelima, kemunculan lembaga formal, seperti LSM dan Ormas. Keenam, penguasaan jaringan di kalangan jurnalis. Ketujuh, spsialisasi komunisme melalui munculnya secara terbuka Partai Rakyat Djelata (PRD) dan terbitnya buku ‘Aku Bangga Jadi Anak PKI’.

Kedelapan, masuknya sekitar 61 orang kader PKI ke dalam Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) dan lembaga legislatif di jenjang provinsi dan kota. Kesembilan, peran-peran publik. Terakhir, kondisi yang membiarkan berkembangnya paham ideologi komunisme.

Selain itu, banyak cara yang dilakukan PKI menuju kebangkitannya. Salah satunya mereka (PKI) telah mempersiapkan agenda penting menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 lalu. “Mereka sering melakukan pertemuan secara intensif antar sesama kader.

Sementara itu, PKI pun telah menata infrastruktur untuk organisasi mereka dengan mendirikan tiga jalur gerakan. Yaitu, PKI ilegal, liga komunis, dan Partai Demokratik Patriotik Indonesia (PDPI). Untuk mempercepat kebangkitannya, mereka berusaha membungkam seluruh pihak di luar PKI.

Sejak tahun 1993 gerakan Mahasiswa Komunis SMID bermetamorfosis menjadi FORKOT, JARKOT, FIM, FAM & FMN juga LMND, gerakan Pelajar Komunis API, AFRA dan BAJAK, Gerakan Buruh Komunis SBSI (zaman PKI S”O”BSI), Jurnalis pro komunis/PKI, Budayawan DEKRA (dulu LEKRA), wiji Thukul dan Hanung Bramnathyo, Gerwani Baru Srikandi Demokrasi Indonesia (bentukan Gerwani Ribka Tjiptaning), Serikat Tani , STN (dulu BTI) dan beragam tampilan lainnya seperti PRD/PKI baru PKI lama sedang menyiapkan kongresnya yang ke 11 pada 2015 ini. Kongres ke 10 didesa Ngabrak Magelang Agustus 2010.

Kelakuan kaum PKI bisa dilihat dari buku harian Dita Indah Sari 1996 “well partai yang telah terkubur 31 tahun yang lalu akan kita dihidupkan kembali”, Pembakaran KPUD Karawang dan kantor KPU Pusat selepas Pemilu 1999 dan pengepungan kantor Walikota Jakarta Barat oleh gerombolan gerwani (dengan menggunakan jasa abang becak dari Tangerang), penyerbuan anak HMI di Cempaka Putih, oleh kawanan Pemuda Rakyat sambil berteriak Ganyang HMI, pembunuhan seorang ustadz di Cianjur Selatan dengan menjerat leher dan membenamkannya hidup-hidup, 2011. Serangkaian peristiwa ini, menunjukkan bahwa keganasan dan sadisme merupakan watak asli PKI.

Terbitnya buku Aku Bangga Jadi anak PKI (2002), Anak PKI Masuk Parlemen (2005), 50 Tahun anak PKI (2008) dan Pedoman Revolusi Rakyat (2012), bersamaan dengan terbitan dalam dan luar negeri yang “meluruskan” kesadisan dan keganasan PKI. Seolah-olah gerombolan PKI adalah komunitas orang-orang yang beradab dan shalih, padahal PKI adalah satuan kaum Atheis yang mengikuti instruksi Lenin dan Stalin di tahun 1965 berganti tuan yang bernama Mao Tse Dong.

Film Lentera Merah, Wanita Berkalung Sorban, Biarkan Berbeda, Tanda Tanya “?” dan Senyap adalah sedikit bukti visual kedegilan kaum PKI.

PKI gemar melakukan taktik KKM, yakni Kerja di Kalangan Musuh, melalui aktivitas infiltrasi. Dan liciknya, gerombolan PKI selalu menuduhkan apa yang dilakukannya pada orang lain atau lembaga lain, sehingga bisa disebut lempar batu sembunyi tangan.

Di antara indikasi gerakan PKI selalu membuat kerusuhan dan keresahan di masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Kader PKI memiliki militansi ideologi yang tertanam melalui perkaderan dan peran berstruktur.

Regenerasi PKI, semakin menguat ketika para diaspora PKI, yang kembali ke Indonesia setelah masa pelarian bertahun-tahun di luar negeri, berani muncul terang-terangan menuntut rehabilitasi pada pemerintah.

Menangkal Aksi PKI

Terkait kemunculan kelompok-kelompok komunis, diperlukan adanya gerakan untuk melawan PKI. Gerakan itu antara lain, mempertahankan landasan Undang-undang (UU) dan peraturan-peraturan lain seperti, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang haramnya ideologi komunisme di muka bumi ini. Juga, membangun kembali kesatuan aksi dari berbagai profesi sebagai bentuk perlawanan rakyat semesta.

Sudah saatnya gerakan pembasmian PKI segera dicanangkan, apapun namanya yang penting terjadi atau terbangunnya gerakan pengganyangan dan pembasmian PKI secara nasional, dalam bentuk sistem kerja yang lincah, terukur dan memiliki beberapa prinsip: Menjaga keutuhan NKRI, melibatkan semua elemen dan komponen anti PKI terutama ABRI/POLRI dan Umat Islam juga umat lainnya yang sepakat PKI sebagai musuh Negara, musuh kaum Beragama dan musuh kemanusiaan dalam perjalanan sejarah manusia.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dengan kebangkitan PKI, karena pada saatnya kita akan kesulitan menghadapi mereka:

Pertama, keberadaan kader muda, baik PKI Malam maupun PKI Siang, seperti sosok Wahyu Setiaji, Teguh Karyadi, Rudy HB Daman, Harry Sandi Ame dkk mereka lainnya. Harus dihentikan karena mereka seperti sel kanker yang terus membelah, yang mereka kerjakan di antaranya: menyusun kekuatan massa, agitprop dan perlawanan bersenjata di Semarang, Temanggung, Malang dan Blitar Selatan, serta di luar Jawa seperti di Sulawasi Tengah maupun di Sumatera Utara.

Kedua, Penetapan 1 Mei sebagai libur nasional, kesempatan unjuk kekuatan mereka dalam tiap tahunnya dan ini akan menjadi komando waktu untuk mereka pada tahun-tahun ke depan, karena pada tahun 2015 ini mereka telah menyusup dan mengibarkan bendera Palu Arit dalam beberapa aksi di Jakarta maupun di daerah. 1 Mei libur nasional merupakan program Partai Komunis Perancis 1916 sebagai bagian dari komunis Internasional (Komintern).

Ketiga, hubungan internasional, keberadaan Ibrarury Aidit (Perancis), Carmel Budiarjo (Inggris) secara berkala terkoneksi dengan kader komunis dari Eropa Timur, Korea Utara dan Cina dalam rangka membangun kekuatan PKI.

Keempat, familiarisasi atau mengakrabkan dengan pola budaya, warna-warna, lagu dan life style yang selaras dengan paham Komunisme, seperti KTP tanpa kolom Agama, pelarangan berdoa di awal kegiatan PBM di sekolah, pembolehan menikah sesama jenis, mempermainkan langgam qiroati cara membaca Qur’an dan cara-cara penyelesaian masalah secara anarkis, terutama yang dimainkan oleh Pasukan Nasi Bungkus (Cyber Sekuler Komunis), memecah kekuatan anti PKI kasus PPP dan Golkar, melindungi yang membahayakan keutuhan NKRI dan melecehkan otensitas ajaran Agama Islam seperti Syiah, Ahmadiyah, LDII, Bahai dan aliran menyimpang lainnya.

Kelima, upaya-upaya konstitusional, yang harus diikuti adalah RUU KKR Jilid 2. Hal ini merupakan upaya yang menguntungkan PKI dan membahayakan keutuhan NKRI dan kedamaian dalam menjalankan ajaran Agama sesuai ajarannya masing-masing. Selain membangun opini secara terencana dan terukur yang mengarahkan bahwa PKI bukanlah pelaku, tetapi PKI adalah korban dari berbagai peristiwa yang telah dilakukan oleh PKI sejak berdirinya sampai kerusuhan 27 Juli 1996.

*Penulis adalah pemerhati PKI dan Ketua Umum BPP Gerakan Nasional Patriot Indonesia (GNPI)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top