Spirit Takwa Membangun Negara

Amir Majelis Mujahidin, Al-Ustadz Muhammad Thalib, sangat piawai menggunakan retorika historis untuk menyegarkan pemahaman ideologis dan politis. Tulisan di bawah ini adalah materi Khutbah Jumat yang disampaikan beliau saat Iktikaf di Masjid Raya Ar-Rasul, Yogyakarta, 23 Ramadhan 1436 H/ 10 Juli 2015 M. Redaksi menyajikannya dalam bentuk artikel secara utuh dengan tambahan data sejarah untuk memperkaya khazanah memori pembaca.

Risalah Mujahidin – SEBAGAI MUSLIM, kita mendapatkan amanah dari Allah Rabbul ’Alamin, yaitu amanah untuk melaksanakan syariat Allah SWT, agar kehidupan kita berjalan dengan tertib, terarah dan penuh kedamaian. Jika kehidupan ini kita jalani dengan mengkhianati amanah Allah, niscaya Allah akan menurunkan azab pada kita. Sehingga hidup jadi ruwet, serba susah, kacau balau, konflik dan pertikaian, dan kerusakan di segala bidang akan menghantui kita. Pokok pangkal dari segala kekacauan di dunia ini, sesungguhnya akibat mengkhianati amanat Allah untuk melaksanakan tatanan kehidupan sebagaimana yang diperintahkan di dalam Al-Qur`an.

Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah diangkat oleh Allah untuk menjadi teladan hidup, bagaimana menjalankan amanat Allah di muka bumi dengan baik dan benar. Sehingga sejarah mencatat dengan tinta emas bahwa tiada zaman yang baik dalam kehidupan manusia di dunia ini melebihi zaman ketika Rasulullah Saw melaksanakan syariat-Nya dengan murni dan konsekuen. Orang-orang kafir pun mengakui bahwa manusia yang dibina oleh Rasulullah pada awal Islam, itulah manusia terbaik yang berhasil melahirkan sejarah kehidupan yang paling baik di muka bumi ini.

Pokok pangkal dari semua keruwetan hidup ini disebabkan oleh keserakahan. Allah Swt menyatakan dalam firman-Nya:

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَن تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللهِ كِتَابًا مُّؤَجَّلًا  وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا  وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ

“Tidak akan ada seorang pun yang mati tanpa izin Allah, karena saat kematian seseorang telah ditetapkan. Siapa saja yang mencari keuntungan dunia, Kami akan memberikan kepadanya sedikit saja. Siapa saja yang menghendaki pahala akhirat, Kami akan memberikan kepadanya sebagian kecil di dunia. Di akhirat kelak, Kami akan memberikan pahala penuh kepada orang-orang yang bersyukur lagi menaati Allah.” (Q.s. Ali Imran [3]: 145)

Siapa yang hidupnya hanya berorientasi untuk mengumpulkan harta kekayaan di dunia maka Allah jadikan segala urusannya menjadi ‘ruwet’ sulit ditangani, sulit diselesaikan. Bangsa Indonesia sudah membuktikan, betapapun pemerintah sudah bekerja keras, dari pemerintahan yang satu kepemerintahan berikutnya, kesulitan tidak pernah bisa diselesaikan. Mengapa? Karena spiritnya hanya untuk mengejar dunia, tidak ada sedikitpun rasa takut kepada Allah. Sehingga jalan yang ditempuh untuk menyelesaikan persoalan tidak memedulikan haram dan tidak peduli halal.

Sebagai contoh Soekarno dengan Nasakom-nya ingin menciptakan Indonesia yang kuat dan bersatu dengan dukungan semua elemen bangsa Indonesia. Tetapi ternyata berakhir dengan tragedi lubang buaya. Soeharto yang berambisi menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terkuat di Asia ternyata terpuruk dan hancur berantakan sejak 1998 hingga sekarang.

Di dunia ini, kemiskinan selalu terbayang-bayang di matanya. Sekalipun hartanya ratusan miliar, keserakahannya bertambah, sehingga tidak hanya dia sendiri yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam hidupnya, tetapi masyarakat juga menjadi korban. Yang miskin semakin melarat karena tidak mendapatkan pekerjaan, sehingga pengangguran merajalela karena orang-orang kaya semakin serakah, dan para pejabat Negara juga bertambah serakah.

Padahal dengan segala keserakahan dan tingkah lakunya yang tidak peduli dengan halal dan haram, benar dan salah, baik dan buruk, mereka tidak akan mendapatkan segala yang diinginkan kecuali yang sudah takdirkan Allah SWT. Sebaliknya, siapa yang spirit hidupnya untuk mencari pahala, maka Allah akan jadikan semua urusannya itu menjadi beres.

Oleh karena itu, Rasulullah mengingatkan dalam sabdanya semua manusia muslim maupun kafir, tentang bahaya mengejar dunia dengan membabi buta. Sabdanya:

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ

“Barangsiapa yang hidupnya dipenuhi semangat mencari kepentingan dunia, maka Allah jadikan dia menghadapi kesulitan dalam semua urusannya, dan di depan matanya selalu dibayangi perasaan miskin, padahal yang ia peroleh di dunia ini tidak akan melebihi yang sudah ditetapkan oleh Allah untuk dirinya. Akan tetapi barang siapa yang menjadikan kepentingan akhirat sebagai semangat untuk membangun kehidupannya di dunia ini, maka Allah menjadikan seluruh urusannya mudah, hatinya tenang, dan kebutuhan dunianya terpenuhi datang berlimpah.” (H.r. Ibnu Majah dari Utsman bin Affan)

Orang yang mengejar dunia secara membabi buta tanpa peduli halal dan haram pasti berakhir dengan kekecewaan. Dan hidup dalam kemelut menghadapi kesulitan yang timbul karena keserakahannya. Sebab halusinasi yang dibangun untuk mendapatkan dunia yang tidak terbatas ternyata tidak terpenuhi, bahkan sering kali mendapat hasil yang sebaliknya.

Tolak Maafkan PKI

Sejarah Islam telah membuktikan kebenaran sabda Rasulullah SAW ini, ketika khalifah Abu Bakar di awal pemerintahannya menghadapi pemberontakan kaum murtad dan perlawanan orang-orang Arab Badui yang masuk Islam menolak untuk membayar zakat bahkan muncul pula nabi palsu.

Keadaan ini dengan mudah dihadapi Khalifah Abu Bakar dalam tempo hanya 4 bulan, sehingga pemerintahannya kembali menjadi tenang dan kaum Muslimin bersatu di bawah kepemimpinannya. Kesulitan yang sangat hebat ditimbulkan oleh kaum murtad dan nabi palsu ternyata tidak menjadikan Abu Bakar panik dan juga tidak menjadikan beliau sulit mencari solusi mengatasi berbagai rintangan itu.

Kejadian yang serupa ini juga pernah terjadi di Indonesia di masa pemerintahan Burhanudin Harahap tahun 1955. Ketika diangkat menjadi PM oleh Bung Hatta sebagai presiden adintrem karena Presiden Soekarno melawat ke Makkah, Burhanudin mewarisi pemerintahan sebelumnya yang mengalami krisis ekonomi dan keamanan, di bawah kepemimpinan Ali Sastroamidjojo.

Salah satu program Kabinet Burhanuddin Harahap adalah “mengembalikan kewibawaan (gezag) moral pemerintah, dalam hal ini kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat terhadap pemerintah”. Dalam kabinet ini PNI bertindak sebagai partai oposisi, begitu juga PKI yang menjadi musuh Masyumi tidak duduk dalam kabinet.

Selain itu, program kabinet adalah melaksanakan pemilihan umum, desentralisasi, masalah inflasi, pemberantasan korupsi, Perjuangan Irian Barat dan politik kerja sama Asia-Afrika berdasarkan politik bebas aktif. Kabinet ini terkenal dalam sjarah tata negara Indonesia karena pada masa kabinet inilah berhasil melaksanakan Pemilihan Umum pertama sejak Indonesia merdeka, untuk memilih anggota-anggota DPR (29 September 1955) dan memilih anggota konstituante tanggal 15 Desember 1955 (UU Nomor 7 tanggal 7 April 1955).

Kabinet Burhanuddin Harahap memerintah hanya 6 bulan saja, mulai 12 Agustus 1955 sampai 24 Maret 1956. Tetapi banyak mendapatkan kesuksesan, meningkatkan ekonomi negara, menciptakan keamanan, dan berhasil menyelenggarakan Pemilu demokratis pertama di Indonesia 3 bulan kemudian.

Dalam menjalankan pemerintahan kompak dan utuh, tidak ada pertentangan dan keretakan dalam tubuh kabinet. Burhanudin menggunakan kekuasaan pemerintahan untuk membangun negara dengan spirit takwa. Semangat menjunjung tinggi kebenaran, menegakkan keadilan dan mengibarkan bendera Islam yang diusung oleh partai Masyumi, Burhanudin dengan tegas melaksanakan manajemen pemerintahan untuk menegakkan keadilan, kesejahteraan dan keamanan demi mencari keridhaan Allah. Inilah fakta sejarah yang disaksikan oleh dunia tentang kebenaran sabda Nabi di atas.

Bahwa manusia yang bekerja dengan semangat penuh mencari keridhaan Allah dan kehidupan akhirat dijamin oleh Allah, dibukakan jalan yang mudah untuk merealisasikan tujuannya dan memberikan ketenangan serta rezeki yang berlimpah.

Setelah hasil pemungutan suara diumumkan dan pembagian kursi di DPR diumumkan, maka tanggal 2 Maret 1956 pukul 10.00 siang Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurkan diri. Setelah Bung Karno yang didukung PKI mentorpedo kabinet dan menjungkalkan pemerintahan Burhanuddin Harahap. Sejak saat itu, nasib bangsa Indonesia sampai sekarang tidak pernah baik, akibat pengkhianatan kepada amanah Allah SWT.

Setelah pemerintahan Burhanudin Harahap didemisioner, hingga sekarang bangsa Indonesia tidak lagi menikmati kesejahteraan dan keamanan. Terbukti dengan merajalelanya begal, rampok, pembunuhan, penyiksaan anak, menjual anak. Bahkan Soeharto sendiri mengekspor perempuan Indonesia jadi TKW, kebijakan yang tidak dilakukan oleh negara manapun di dunia. Bahkan Kamboja yang komunis, sekalipun miskin tidak mau mengirim rakyatnya menjadi TKW.

Ini semua adalah azab Allah kepada bangsa Indonesia akibat pengkhianatan terhadap amanat Allah yang dilakukan oleh Soekarno-Hatta yang melikuidasi Piagam Jakarta. Sikap beberapa pemimpin Indonesia yang secara apriori menolak pelaksanaan syariat Islam terbukti tidak menguntungkan rakyat dan bangsa Indonesia.

Dari peristiwa sejarah ini, bisa dikatakan bahwa tidak hanya di masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar Shiddiq saja, kebenaran janji Allah yang disampaikan oleh Rasulullah SAW dapat dibuktikan. Tetapi bangsa Indonesia juga pernah membuktikannya, ketika pemimpin negaranya mengajak rakyatnya bertakwa kepada Allah SWT.

Kini, setelah menyaksikan kehidupan bangsa Indonesia yang kian berantakan, rakyat Indonesia dapat mengambil pelajaran, dan mendorong para pemimpinnya untuk hidup dalam naungan syariat Islam. Solusi tunggal untuk menyelesaikan problem negara adalah kembali kepada sabda Rasulullah SAW di atas, yaitu menata kehidupan ini dengan target keselamatan akhirat. Artinya, melaksanakan syariat Islam dalam kehidupan berbangsa secara utuh.

Pemerintahan Jokowi-JK jangan lagi mengulangi pengkhianatan Bung Karno, misalnya dengan memulihkan hak politik PKI, atau memaafkan kesalahan masa lalunya yang telah menjerumuskan bangsa Indonesia dalam konflik pertumpahan darah. Jika dia melakukan tindakan inkonstitusional, niscaya akan berhadapan dengan perlawanan rakyat Indonesia yang menolak bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI). []

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top