Oleh Ustadz Ahmad Isrofiel Mardlatillah
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ… (185)
“Pada bulan Ramadhan, Al-Qur’an diturunkan …” [Al-Baqarah, 2: 185]
Risalah Mujahidin – Manakah yang lebih dulu, diwahyukan-Nya Al-Qur’an ataukah kewajiban puasa Ramadhan? Menurut kronologi historisnya, Al-Qur’an duluan diturunkan baru kemudian puasa Ramadhan disyari’atkan. Pada tahun kedua sesudah hijrahnya Nabi Muhammad Saw ke Madinah, barulah puasa Ramadhan diwajibkan
Istimewanya Ramadhan, sampai-sampai Al-Qur’an diturunkan pada bulan itu.
Firman Allah dalam surah Ad-Dukhan (44) ayat 3: “Sungguh Kami turunkan Al-Qur’an ini pada malam yang berbarakah…” Ditegaskan lagi pada surah Al-Qadr, Allah turunkan Al-Qur’an di malam Al-Qadr, malam yang lebih baik dari seribu bulan.
“Kami telah menurunkan Al-Qur’an pada malam yang sangat mulia di bulan Ramadhan.” [Al-Qadr, 97:1]
Lalu Allah bersumpah di dalam firman-Nya tentang kemuliaan Al-Qur’an:
“Aku bersumpah demi tempat-tempat munculnya bintang. Wahai manusia, sumpah seperti itu merupakan sumpah besar jika kalian mau menyadari. Al-Qur’an ini adalah bacaan yang mulia, yang tersimpan rapi di Lauhil Mahfuzh.” [Al-Waaqi’ah, 56: 75-78]
Kemudian Allah tegaskan tentang keagungan Kitab Suci ini. Sebagaimana Al-Qur’an agung di bumi, begitu pula halnya di langit sana: “Yang tidak dapat disentuh, kecuali oleh malaikat, makhluk yang disucikan dari dosa.” [Al-Waaqi’ah, 56: 79]
Sederet kemulian Al-Qur’an bisa kita baca dan temukan di dalam Al-Qur’an. Siapa saja yang mentadabburi ayat-ayat tentang Al-Qur’an, pasti kagum memikirkan kehebatan Kalam-Nya:
“Allah telah menurunkan Al-Qur’an sebagai perkataan yang sebaik-baiknya. Kalimat dalam Al-Qur’an ada yang diulang-ulang. Al-Qur’an menyebabkan orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka, bulu kuduknya berdiri, kulit-kulit mereka menjadi segar. Hati mereka tenang dengan membaca Al-Qur’an. Demikian itu karena hidayah Allah, petunjuk yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Siapa saja yang mengingkari Al-Qur’an, Allah jadikan dia sesat, dan tidak ada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk ke jalan Allah.” [Az-Zumar, 39: 23]
Allah utus malaikat untuk menyampaikannya pada baginda Nabi, shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Lembaran-lembaran Al-Qur’an berada di tangan para malaikat yang menjadi utusan Allah untuk menyampaikan kepada nabi-Nya. Para malaikat itu patuh lagi jujur.” [‘Abasa, 80: 15-16]
Allah amanahkan pada malaikat Jibril ‘alaihissalam, malaikat ‘terbaik’, disampaikan pada anak Adam terbaik, Nabi Muhammad, di bulan penuh berkah pilihan Allah, Ramadhan. Di malam yang lebih baik dari seribu bulan, Lailatul Qadr. Termaktub dalam surah Asy-Syu’araa, (26) ayat 192-195:
“Sungguh Al-Qur’an ini turun dari Tuhan yang menguasai seluruh alam. Al-Qur’an turun dibawa oleh malaikat Jibril. Wahai Muhammad, Al-Qur’an ditanamkan ke dalam hatimu, agar kamu menjadi salah seorang yang menyampaikan ancaman Allah kepada seluruh manusia. Al-Qur’an diwahyukan dengan bahasa Arab yang mudah dipahami.”
Ketika seorang mukmin menyadari hal ini, pasti tak akan menyia-nyiakan bulan penuh berkah ini untuk senantiasa bersama Al-Qur’an. Tilawah, tadarrus, tadabbur dan seterusnya. Ibnu Abbas meriwayatkan, setiap malam-malam Ramadhan, Jibril ‘alaihissalam datang pada Nabi Muhammad, mengajarkan beliau Al-Qur’an, berlanjut selama sebulan penuh di setiap malam Ramadhan.
Dua makhluk terbaik dari kalangan malaikat dan manusia, Jibril ‘alaihissalam dan Muhammad SAW, di malam-malam Ramadhan, mereka membaca Al-Qur’an, malaikat Jibril mengajarkan Al-Qur’an pada baginda Nabi, shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Iqra’, bacalah. Bacalah Al-Qur’an, amalkan yang sudah dibaca, tadabbur ayat-ayatnya, bukankah wahyu pertama kali diturunkan agar kita membaca, Iqra’?
Ketika kita membaca Al-Qur’an, bacalah dengan tartil. Apalagi di bulan Ramadhan ini, di saat setan dibelenggu, maksimalkan untuk mentadabburi ayat-ayat yang kita baca. Lihatlah, bagaimana Allah ajarkan pada Nabi seperti yang tertulis pada surah Al-Furqan (25) ayat 32:
“… Namun wahai Muhammad, Kami turunkan Al-Qur’an kepadamu berangsur-angsur agar hatimu menjadi mantap. Kami bacakan Al-Qur’an ini kepadamu ayat demi ayat.”
Nabi tidak pernah terburu-buru membacanya, ayat demi ayat ditelaah, dipahami, lalu diamalkan isinya, kemudian disampaikan. Begitu teladan kita, Muhammad SAW membaca Al-Qur’an.
Dalam surah Az-Zukhruf (43) ayat 44, Allah ingatkan Nabi: “Wahai Muhammad, sungguh Al-Qur’an ini merupakan peringatan bagimu dan bagi kaummu. Kamu dan kaummu kelak akan dimintai tanggung jawab.”
Bagaimana kita bisa memahami yang kita baca jika membacanya tergesa-gesa, hanya berlomba mengkhatamkannya? Sekarang saatnya kita baca Al-Qur’an dengan tadabbur. Tidak hanya membacanya tanpa mencoba memahami apa yang sedang dibaca, agar kelak kita mampu untuk mempertanggung jawabkannya di hadapan Allah Ta’ala.
Ramadhan kali ini, kita baca Al-Qur’an dengan ‘gaya baru’ yang tidak hanya menargetkan bisa khatam 30 juz saja. Tetapi, membacanya dengan tadabbur, ditemani dengan kitab-kitab Tafsir dan lainnya.
“Wahai Muhammad, begitulah Kami telah turunkan Al-Qur’an kepadamu sesuai perintah Kami. Engkau sebelumnya tidak mengetahui apa itu kitab dan apa itu iman. Kemudian Kami jadikan Al-Qur’an sebagai cahaya Kami yang Kami gunakan untuk memberi petunjuk kepada siapa saja yang Kami kehendaki di antara para hamba Kami. Sungguh engkau benar-benar seorang rasul yang menunjukkan jalan kepada Islam. Islam adalah agama Allah, Tuhan yang memiliki apa saja yang ada di langit dan di bumi. Ketahuilah, hanya kepada Allah lah kembalinya semua urusan.” [Asy-Syuura, 42: 52-53]
Kata Nabi, kontiniu walau sedikit. Saatnya memulai tadabbur. Al-Qur’an, Kitab terbaik yang pernah Allah turunkan,maka berpegang teguh dengannya, pasti selamat. Membacanya berpahala dan nikmat. Mengamalkan isinya, barulah layak menjadi imam, pemimpin sesuai syari’at. []