Risalah Mujahidin Edisi 34: Tony Abbot Guncang Harga Diri Rakyat Aceh

“Janganlah kalian sia-siakan derma kalian dengan cara mengungkit-ungkit dan berkata-kata yang menyakitkan hati penerimanya. Perbuatan demikian itu laksana orang yang mendermakan hartanya karena ingin pujian manusia, bukan karena beriman kepada Allah dan hari akhirat. Orang yang berderma semacam itu sama halnya dengan sebuah batu licin yang di atasnya terdapat pasir, kemudian ditimpa hujan lebat, lalu pasirnya hanyut sehingga batunya menjadi licin kembali. Orang yang berderma semacam itu tidak memperoleh manfaat sedikit pun dari derma yang mereka berikan. Allah tidak akan memberi hidayah kepada orang-orang yang mengingkari syari’at-Nya.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 264)

Cover-RM-edisi-34Risalah Mujahidin – Perdana Menteri Australia, Tony Abbott mengungkit-ungkit pemberian bantuan negaranya sebesar 1 miliar dolar Australia kepada Indonesia saat Aceh diterjang tsunami pada 2004 silam. Dalam tragedi itu sekitar 200 ribu orang tewas.

Tony pun mengingatkan Indonesia untuk tidak melupakan sumbangan yang diberikan rakyat Australia itu.

“Saya ingin katakan kepada rakyat Indonesia dan pemerintah Indonesia, kami Australia selalu membantu Anda dan kami berharap Anda membalasnya saat ini,” ujar Abbott di Gold Coast, Queensland, seperti direkam jaringan TV ABC, Rabu.

Pernyataan Abbott tersebut terkait upaya pemerintah Australia membujuk pemerintah Indonesia agar mengampuni dua warga negaranya terpidana narkoba, Andrew Chan and Myuran Sukumaran, yang terancam hukuman mati.

Abbott juga mengatakan bahwa Australia akan merasa sangat kecewa jika eksekusi mati itu tetap dilaksanakan.

“Saya akan mengatakan kepada orang-orang Indonesia dan pemerintah Indonesia: Kami di Australia selalu ada untuk membantu Anda, dan kami berharap bahwa Anda bersedia membalasnya,” pinta Tony Abbott seperti dikutip dari BBC.

Andrew Chan (31) dan Myuran Sukumaran (33) yang terjerat kasus narkoba pada 2006 lalu, akan menghadapi hukuman mati dalam beberapa hari ke depan. Keduanya dikabarkan akan segera dipindahkan dari Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Denpasar, Bali, ke tempat eksekusi di Nusakambangan, Cilacap.

Duo Bali Nine bersama dengan tujuh warga Australia lainnya itu ditangkap di Bali pada 2005 karena menyelundupkan sekitar 8,3 kg heroin dari Indonesia ke Australia.

Seperti diketahui, Presiden RI, Joko Widodo menolak pemberian grasi kepada duo Bali Nine itu sehinga eksekusi mati akan tetap dijalankan.

Abbott pun mengancam, jika proses banding diabaikan oleh pemerintah Indonesia maka akan ada konsekuensinya.

“Kami akan membiarkan Indonesia mengetahui bahwa kami merasa sangat dikecewakan,” demikian kata Abbott.

Dalam rangka meningkatkan tekanan atas Jakarta, ia mengatakan ia terus berusaha “menjadi suara pribadi yang terkuat” kepada Presiden Indonesia Joko Widodo dan memperingatkan adanya kemunduran diplomasi jika tidak didengarkan.

Saya akan mengatakan kepada Indonesia dengan kata-kata yang luas bahwa kami merasa sangat kecewa, kata Abbott saat ditanya apa yang akan terjadi jika eksekusi Andrew Chan dan Myuran Sukumaran tetap lanjut.

“Saya tidak ingin memberikan penilaian yang buruk terhadap hubungan terbaik dengan seorang teman dan tetangga yang sangat penting. Tapi saya harus mengatakan kita tidak bisa mengabaikan hal seperti ini begitu saja. Jika usaha yang kami lakukan diabaikan oleh Indonesia.”

Sehari sebelumnya, para mantan perdana menteri Australia juga menyerukan agar Indonesia membatalkan hukuman mati bagi Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, tetapi Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan protes apa pun tidak akan mengubah pelaksanaan hukuman mati.

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Australia Wiryono Sastrohandoyo mengatakan bahasa yang digunakan oleh PM Tony Abbot dengan mengungkit bantuan tsunami 10 tahun silam agak berlebihan.

“Oleh karena pada waktu bantuan itu diberikan, apa yang mereka katakan tidak begitu. Yang mereka tunjukkan pada waktu itu saya kira ialah bahwa Australia adalah negara yang berperikemanusiaan. Dan kalau ada kecelakaan yang menjadi pertimbangan utama ya rasa keperikemanusiaannya.

Saya kira orang di Indonesia pun berterima kasih atas bantuan itu. Tapi dengan sekarang mengatakan demikian itu maka dia sebetulnya mengurangi nilai dari ucapannya sendiri,” tuturnya kepada wartawan BBC Indonesia, Rohmatin Bonasir.

Peristiwa Tsunami di Aceh 2004.
Peristiwa Tsunami di Aceh 2004.

Menurut Wiryono Sastrohandoyo, pernyataan Tony Abbott akan memperkeruh atmosfir hubungan kedua negara dan berpotensi merugikan Australia sebab negara itu perlu membentuk opini sehat di Indonesia.

Menyikapi perilaku PM Australia itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyesalkan upaya Tony Abbott dengan mengungkit-ungkit bantuan Australia kepada Indonesia.

“Pernyataan Tony Abbott itu patut disesalkan,” kata Hikmahanto melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (19/2).

Menurut dia, Tony Abbott memberi persepsi yang salah terhadap bantuan yang diberikan oleh Australia kala itu. Atas pernyataan Abbott itu, menurut Hikmahanto, Australia seolah tidak tulus dan ikhlas dalam menyampaikan bantuan.

Hal itu dinilai akan menguatkan opini dari publik Indonesia bahwa bantuan dari luar negeri sudah dapat dipastikan terselip kepentingan, atau dengan kata lain ‘tidak ada makan siang yang gratis’ (there is no free lunch).

Selain itu, Tony Abbott juga belum menjabat Perdana Menteri atau pengambil kebijakan ketika Australia memberi bantuan ke Indonesia pasca tsunami.

“Namun sekarang telah disalahmanfaatkan oleh Abbott seolah bantuan tersebut dapat ditukar dengan pembatalan pelaksanaan hukuman mati,” sesalnya.

Dia juga mengatakan dalam pernyataannya Abbott menyatakan ketika Australia memberi bantuan pasca tsunami ada warga Australia yang meninggal dunia, sehingga seolah ingin adanya “barter” nyawa.

“Tidak seharusnya nyawa warga Australia yang memberi bantuan di Aceh dibarter dengan nyawa dua warga Australia yang akan menjalani hukuman mati karena melakukan kejahatan yang serius di Indonesia,” ujarnya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengabaikan ancaman boikot yang dilontarkan secara bergilir dari pemerintah hingga masyarakat Australia. Bagi JK, pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkotik telah sesuai dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia dan wajib dihormati seluruh negara di dunia.

“Semua orang boleh tidak senang, tapi hukum yang kami jalankan ada di atas pandangan-pandangan,” kata JK di Grand Sahid, Jakarta, Selasa (17/2).

Ancaman Australia, menurut JK, terbalik dengan Indonesia yang tidak pernah menyampuri hukum di Australia. JK memastikan, pemerintah Indonesia tidak akan merespon ancaman tersebut dengan melakukan hal yang diinginkan Australia.

“Kami pertimbangkan saran-saran dari Australia, hanya saran, bukan ancaman,” ujar JK.

Abbot Sakiti rakyat Aceh

Pernyataan PM Australia Tony Abbott yang mengaitkan desakan pembatalan hukuman mati dua warganya dan mengungkit peran Australia yang membantu Indonesia saat tsunami Aceh menuai kecaman. Legislator di Aceh menilai pernyataan tersebut sebagai bentuk lemahnya diplomasi luar negeri Australia.

Anggota DPR Aceh dari Fraksi Partai Aceh, Adam Mukhlis Arifin, mengatakan pihaknya berencana akan mengirim pesan kepada Presiden Jokowi agar tidak tunduk terhadap dikte dari Australia.

“Menanggapi pernyataan PM Australia, saya merasa geli sendiri. Pertama, kita tidak minta mereka (Australia) untuk melakukan sesuatu yang di luar kuasanya, artinya mereka melakukan atas inisiatif sendiri,” kata Mukhlis di Banda Aceh, Jumat (20/2/2015).

Menurut Mukhlis, dirinya tidak akan membiarkan Australia menjadikan Aceh sebagai alat tukar untuk menekan pemerintahan Jokowi demi menyelamatkan dua warganya yang divonis hukuman mati. Selain itu, ia juga menyarankan agar Australia meningkatkan kemampuan berdiplomasi.

“Saya ingin mengirim pesan kepada Jokowi agar beliau tidak tunduk terhadap dikte dari Australia,” jelasnya.

Tony Abbott
Perdana Menteri Australia, Tony Abbott.

Sementara itu, anggota komisi III DPR-RI asal Aceh, Nasir Djamil, me­nge­cam keras pernyataan Perdana Menteri Australia Tony Abbott. Negeri Kanguru itu mewacanakan minta balasan dan ganti rugi terhadap bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pasca bencana tsunami, sekiranya Pemerintah Indonesia tetap mengeksekusi mati dua warga negara Australia.

“Wacana ini sungguh sangat memalukan karena keluar dari seorang perdana menteri,” kata Nasir kepada wartawan, Jumat (20/2/2015).

Anggota Komisi III DPR dan fraksi PKS ini pun meminta Tonny Abbott agar segera menghitung bantuan yang pernah diberikan Australia untuk tsunami Aceh. Nasir yakin rakyat Aceh baik di dalam dan di luar negeri akan mampu mengumpulkan uang untuk diserahkan kembali ke Australia.

“Ini sangat serius dan menghina rakyat Aceh. Kami juga sadar bahwa bantuan asing ke Aceh saat rehab dan rekonsiliasi justru banyak yang dinikmati oleh negara donor,” tegasnya.

Kumpulkan Dana

Rakyat Indonesia, khususnya Aceh merasa ter­singgung dengan pernyataan PM Australia itu. “Kita punya harga diri, kita akan meng­ga­lang dana dan gerakan kumpul­kan koin untuk Australia guna mengembalikan bantuan tsunami yang pernah diberikan itu,” kata Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Wilayah Aceh, Darlis Azis, Jum­at (20/2).

Ia menyebutkan, warga yang tergabung dalam komunitas pemu­da subuh yang diprakar­sai oleh OKP dan Ormas Islam se-Aceh merasa prihatin terhadap pernyataan PM Tonny Abbot yang mengaitkan antara bantuan yang diberikan negaranya dengan vonis hukuman mati kepada pengedar nar­koba yang kebetulan saja adalah warga Australia.

“Karenanya, kami siap me­ngem­balikan dana takziyah yang diberikan Australia kepada Aceh sepuluh tahun silam, asalkan pelaku dan pengedar narkoba itu tetap dihukum mati oleh Pe­merintah Indonesia,” tegas Darlis.

Menurutnya, rakyat Aceh bu­kan­lah tipe masyarakat yang haus akan bantuan. Jika pun dibantu maka masyarakat akan bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berterima kasih atas bantuan yang diberikan sebagai wujud rasa kemanusiaan.

“Tapi jangan lalu mengungkit-ungkit lagi, apalagi meng­aitkan dengan vonis hukuman mati terhadap penyelundup nar­koba. Karenanya, kami meminta Presi­den Jokowi tetap tegas dan konsis­ten menghukum mati warga asing mana pun yang terlibat dalam pengedar narkoba,” sebutnya. []

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top