Nama GIDI (Gereja Injili Di Indonesia) mendadak populer setelah gerombolan massa dari jemaatnya secara berutal membakar Masjid di Tolikara, Papua. Pembakaran yang bertepatan dengan shalat Idul Fitri itu sontak menuai protes dari seluruh nusantara, bahkan dari masyarakat internasional. Tuntutan pembubaran GIDI juga tak dapat dielakkan, karena misi sparatisme dan bertindak sebagai agen Israel di Indonesia.
Risalah Mujahidin – INDIKASI adanya kerjasama Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Tolikara Papua dengan negara zionis Israel merupakan fakta yang tidak terbantahkan lagi. Hal itu diperkuat dengan ditemukannya link kesepakatan kerjasama antara GIDI dengan Israel di situs resmi GIDI.
Dilansir dari laman Pusatgidi.org, organisasi tersebut terdaftar secara resmi di Kemenag. GIDI memiliki visi ‘Umat GIDI Masuk Sorga (The Community of GIDI Enter Heaven)’. Adapun, misinya ada empat, yaitu Penginjilan, Pemuridan, Pembaptisan, dan Pengutusan.
Dalam laman tersebut, dapat diketahui sejarah singkat berdirinya GIDI. GIDI pertama kali dirintis oleh tiga orang dari Badan Misi UFM dan APCM yaitu Hans Veldhuis, Fred Dawson, Russel Bond. Setelah merintis pos di Senggi termasuk membuka lapangan terbang pertama Senggi (1951-1954), pada tanggal 20 Januari 1955 ketiga misionaris beserta 7 orang pemuda dari Senggi terbang dari Sentani tiba di Lembah Baliem di Hitigima menggunakan pesawat amphibi ‘Sealander’.
Kemudian mereka melanjutkan misi dengan berjalan kaki dari Lembah Baliem ke arah Barat pegunungan Jayawijaya melalui dusun Piramid. Dari Piramid bertolak menyeberangi sungai Baliem dan menyusuri sungai Wodlo dan tiba di Ilugwa. Setelah mereka beristirahat, lanjutkan perjalanan ke arah muara sungai Ka’liga (Hablifura) dan akhirnya tiba di danau Archbol pada tanggal 21 Februari 1955.
Di area danau Acrhbold inilah pertama kali mereka mendirikan Camp Injili dan meletakkan dasar teritorial penginjilan dengan dasar visi: ‘menyaksikan Kasih Kristus Kepada segala Suku Nieuw Guinea’. Dari laman tersebut, terungkap pula bahwa GIDI memiliki program kerjasama dengan Israel, dan menjadi agen Israel di Indonesia.
Kerjasama antara Pimpinan Gereja GIDI dan Israel, ditandatangani pada 20 Nopember 2006, disaksikan oleh Jason Sentuf sekaligus bertindak sebagai sekretaris, menyimpulkan bahwa untuk memperoleh saling pengakuan timbal-balik perlu memiliki tiga hal, yaitu:
Pertama, memiliki visi Tuhan yang sama, tentang Tubuh Mesianik (Tubuh Kristus) sama seperti yang diterima kelompok Yahudi Mesianik di Israel.
Kedua, bersekutu dan beribadah bersama pada hari-hari Raya Besar Yahudi, termasuk mengadakan seminar-seminar tentang Tubuh Kristus. Atau mengundang mereka beribadah bersama kita, atau hadir sebagai pembicara dalam acara rohani yang diselenggarakan di Indonesia. Inilah yang disebut urat-urat dan sendi-sendi yang saling menyambung oleh Roh Elohim, membentuk Satu Manusia Baru, yakni Tubuh Kristus secara Am (Yehez 37; Ef esus 2:14-16).
Ketiga, memberi korban Persembahan kepada Israel sebagai Satu Bangsa Pilihan dengan membawa korban-korban persembahan untuk memberkati Israel.
Mungkinkah ide separatisme dan menciptakan kerusuhan di hari raya Idul Fitri itu, bagian dari persembahan demi kehormatan Israel? Aparat keamanan, TNI-Polri dan Menkopolhukam harus melakukan penelitian terhadap sekte GIDI yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia yang ditengarai sebagai proxy force (agen antara) Israel sebagaimana dinyatakan di dalam dokumen yang mereka miliki.
Bendera Zionis di Tolikara
Kabupaten Tolikara merupakan bagian dari Provinsi Papua dengan luas sekitar 5.234 KM2. Tolikara yang diapit Kabupaten Puncak Jawawijaya dan Kabupaten Sarmi merupakan kabupaten baru hasil pemekaran pasca hadirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus.
Kabupaten Tolikara yang beribukota di Karubaga terbagi dalam 514 Desa dan 35 Kecamatan. Meski demikian, jangan bayangkan desa di daerah layaknya di Jawa. Sebab, satu desa kadang hanya puluhan rumah.
Komoditi unggulan Kabupaten Tolikara yaitu sektor pertanian dan jasa. Sub sektor pertanian komoditi yang diunggulkan berupa jagung dan ubi kayu.
Sebagai penunjang kegiatan perekonomian, di wilayah ini tersedia 1 bandar udara, yaitu Bandara Bokondini, namun banyak bandara khusus orang asing yang hilir mudik tidak bisa terpantau.
Menariknya, meski merupakan tempat terpencil dan akses masih sulit, beberapa pihak mengatakan, pesawat milik orang asing bisa datang dan pergi seenaknya, tanpa kontrol aparat. Seorang aparat menuturkan, “Di sini banyak pesawat asing datang dan pergi tidak terpantau. Karena aparat di sini sedikit,” kata aparat yang minta dirahasiakan identitasnya itu.
Yang tidak kalah menarik, banyak bendera-bendera Israel jadi pajangan warga. Kios-kios dan rumah warga Kristen dihias mengikuti bendera Israel biru-putih bergambar Bintang David.
Salah satu wujud kerjasama GIDI dan Israel adalah saling menghadiri seminar atau acara keagamaan kedua belah pihak. Pada Senin (21/07/2015) berdatangan masyarakat luar Tolikara mengikuti arak-arakan penutupan kegiatan seminar dan KKR Pemuda GIDI tingkat internasional yang diselenggarakan sejak tanggal 13 Juli 2015.
Diperkirakan sekitar 7000 orang mengikuti arak-arakan, dan sebagian banyak mengibarkan bendera Israel. Sementara itu, banyak warga lokal sendiri masih kurang memahami arti bendera-bendera Israel tersebut.
Kegiatan kerjasama GIDI dan Israel ini pula yang menjadi alasan dikeluarkannya surat intimidasi dan provokasi kepada umat Islam untuk tidak mengenakan jilbab dan tidak boleh mengadakan shalat Idul Fitri 1436H. Intimidasi itu, kemudian berakhir dengan tindakan berutal berupa pembubaran jamaah shalat, pembakaran masjid serta rumah penduduk muslim.
———————