Polisi Beraksi KPK Jadi Korban

Risalah Mujahidin – Aksi premanisme Polri menangkap Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto bisa membahayakan negara. Bambang ditangkap oleh pasukan pemburu Bareskrim Mabes Polri, Jum’at 23 Januari 2015, meniru gaya Densus 88 memburu teroris. Wakil Ketua KPK itu ditangkap di hadapan anaknya saat mengantar ke sekolah dengan kedua tangan diborgol.

Menurut Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F Sompie, Bambang ditahan terkait kasus dugaan menyuruh memberikan kesaksian palsu. Bambang diduga melakukan tindakan itu saat menjadi kuasa hukum perkara sengketa pemilihan Bupati Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah, pada 2010.

“Kejadian di Mahkamah Konstitusi,” ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Ronny Franky Sompie di Mabes Polri, Jumat, 23 Januari 2015.

Sengketa pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, yang dimaksud melibatkan pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto dan Sugianto-Eko Sumarno. Bambang dijerat dengan Pasal 242 juncto Pasal 55 KUHAP yang mengatur tentang sumpah palsu.

Ronny mengatakan pengusutan kasus ini berdasarkan laporan masyarakat. Mabes Polri mengaku sudah mengantongi tiga alat bukti.

“Penyidik sudah memeriksa saksi, dokumen, dan ahli. Saat ini tersangka sedang dibuat BAP Bareskrim Polri,” urai dia.

Namun penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto alias BW oleh pihak Bareskrim Polri sangat disesalkan dan dinilai menyalahi aturan. Mantan wakil kepala Polri Komjen (Purn) Oegroseno menilai, tata cara penangkapan pejabat negara dengan model seperti itu sangat tidak patut.

“Masa tidak ada cara-cara penangkapan yang beretika? Cara penangkapan sudah tidak sah, apalagi ada anak kecil. Anak kecil lihat bapaknya diperlakukan seperti itu. Ini pelanggaran berat. Anak kecil melihat bapaknya seperti itu, bisa benci ke polisi,” kata Oegroseno dalam sebuah wawancara di stasiun televisi swasta, Jumat (23/1).

Oegroseno pun memperingatkan Kabareskrim Polri Irjen Budi Waseso untuk tidak semena-mena dalam menjalankan wewenangnya. Kalau memang BW harus diperiksa, kata dia, penyidik bisa mengirim surat ke rumah untuk melakukan pemeriksaan. Kalau aparat langsung menangkap BW yang berstatus tersangka di depan anaknya maka hal itu bisa menimbulkan preseden buruk.

Citra polisi yang sudah dibangun mantan kepala Polri, seperti Hoegeng dan Sutanto bisa hancur seketika. Anak kecil bukan semakin cinta ke polisi, melainkan bisa benci.

Dia pun mempertanyakan, pasal yang disangkakan ke BW terkait kasus Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010. “Jangan sembarangan dicari-cari. Pasal-pasal jangan yang dikarang penyidik,” kata mantan kepala Polda Sumatra Utara tersebut.

Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto tidak etis. Raja Keraton Yogyakarta itu juga menyayangkan cara penangkapan oleh polisi di tempat publik.

“Cara menangkap di ruang publik saat mengantar anak sekolah kurang tepat dan tidak etis,” kata Sri Sultan HB X, seusai menerima kunjungan Ketua MUI Din Syamsudin di Kepatihan Yogyakarta, Jumat, 23 Januari 2015.

Sultan mengingatkan bahwa polemik antara KPK dan Polri memicu keresahan di masyarakat. Lebih lanjut, dia mengajak publik untuk turut mendukung KPK. “Mari kita dukung KPK,” ujar Sultan.

Sementara Din Syamsuddin mengaku sangat prihatin atas kejadian penangkapan Bambang. “Saya sangat prihatin atas kehidupan berbangsa ini. Kedua institusi penegak hukum justru saling serang dan mencari kesalahan,” ucapnya.

PDIP Menyeruduk KPK

Tanduk Kerbau PDIP nampaknya kian tajam menyeruduk di bawah pemerintahan Jokowi. Sebelumnya, gempuran terhadap Ketua KPK Abraham Samad dilakukan oleh Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto .

Hasto mengatakan pernah ketemu Abraham Samad. Dalam pertemuan itu Abraham meminta agar PDI Perjuangan menyetujui Ketua KPK itu sebagai calon wakil presiden mendampingi Jokowi.

Hasto mengungkapkan, dalam beberapa kali pertemuan, Abraham kerap menggunakan topi dan masker berwarna hijau.Tidak hanya obrolan soal cawapres, Hasto membeberkan, dalam pertemuan itu, Abraham sempat melontarkan penawaran akan membantu kasus politisi PDIP Emir Moeis. Namun pernyataan Hasto dimentahkan oleh Tjahjo Kumolo dan Andi Widjajanto.

Polemik yang terjadi antara PDIP dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengundang komentar dari sejumlah pihak. Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra pun urun bicara soal pernyataan Plt Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengenai pertemuan Abraham dengan petinggi PDIP.

Yusril meminta Hasto menunjukkan bukti rekaman pertemuan Abraham dengan petinggi PDIP yang disebut-sebut sebagai ajang lobi Abraham untuk menjadi cawapres.  Yusril mengatakan perseteruan antara PDIP dan KPK semakin seru setelah Hasto membeberkan pertemuan Abraham dengan petinggi PDIP jelang Pilpres 2014. Ia bahkan meminjam istilah Sutan Bhatoegana, “Ngeri-ngeri sedap” untuk menggambarkan polemik yang terjadi antara Abraham dan PDIP.

“Makin “Ngeri-ngeri sedap” saja. Tapi, ibarat kata orang Melayu Medan ‘awak ini apalah, lalat pun tak mau hinggap’. Jadi awak pun nonton saja apa yang terjadi. Hasto harus tunjukan alat-alat bukti yang lain selain para saksi pertemuan dengan Pak AS,” kicau Yusril dalam akun twitter-nya, Kamis (22/1).

“Mestinya Hasto tidak omong doang, upload dong rekaman pertemuan yang Pak AS dibilang pakai masker dan topi kayak ninja itu. Apartemen Capital masak sih tidak punya rekaman CCTV. Atau foto-foto pertemuan Pak AS dengan para petinggi PDIP. Awak pun mau lihat. Masak Pak Hasto tidak punya,” imbuhnya.

Menurut Yusril, Hasto harus menunjukkan bukti-bukti tersebut karena Deputi Pencegahan KPK Johan Budi telah mengklarifikasi tuduhan Hasto. Tidak hanya membantah, Johan juga menegaskan tuduhan Hasto fitnah belaka. Oleh karena itu, Yusril meminta Hasto menunjukkan bukti-bukti pertemuan Abraham.

Sementara, pengamat politik Universitas Jayabaya Igor Dirgantara menilai pernyataan Hasto soal pertemuan Abraham dan petinggi PDIP bermuatan politik untuk mendiskreditkan KPK. Ia menilai pernyataan tersebut cuma komoditas politik terkait calon Kapolri yang diusung PDIP dan ditentang KPK.

Igor berpandangan berbagai isu, termasuk foto mirip Abraham dengan Putri Indonesia sengaja digulirkan untuk mendiskreditkan Abraham. Isu-isu itu terlihat sengaja dilemparkan ke publik untuk menurunkan kewibawaan KPK pasca penetapan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi.

Dari kronologi perseteruan antar lembaga negara yang dikompori PDIP membuktikan satu hal. Sebagai negara hukum, ideologi dan perangkat hukum nasional gagal menjadikan Indonesia sebagai negara hukum yang baik dan bermartabat. Gagal melindungi kepentingan rakyat.

Beginilah akibatnya, menegakkan hukum dengan meninggalkan moral hukum. Antar Lembaga Negara terjadi aksi balas dendam politik, dan menjadikannya sekadar panggung sandiwara untuk menaikkan prestise bukan prestasi.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top