Risalah Mujahidin Edisi 41: Berkah Ilahy Para Syuhada Haji

Risalah Mujahidin – “Saya mau saja mati kejatuhan crane didekat ka’bah, di Mekah,” kata Nurlela Syarief, seorang ibu setengah baya di Bekasi. Ungkapan itu meluncur dari lisannya, setelah merenungi musibah crane yang menimpa ratusan jemaah haji di Mekah Almukarromah beberapa hari lalu, dan belasan jamaah haji asal Indonesia mati syahid di Tanah Haramain.

Selain mendapat ‘karunia’ meninggal di Mekah, apalagi di dekat Ka’bah, juga bakal mendapat santuan dari raja Arab Saudi, Salman bin Abdul Aziz al-Saud yang menjanjikan kepada para korban mendapatkan santuan Rp 3,8 milyar dan atau paling tidak Rp 1,9 milyar.

Bagi Ibu Nurlela Syarief, dan beribu atau bahkan berjuta orang muslimin-muslimah lainnya, angka menakjubkan itu bagi Saudi, negeri petro dolar yang superkaya kelas dunia, memang mungkin tak seberapa jika dibandingkan dengan nyawa dari para jemaah haji. Tapi bagi mayoritas jemaah dari negara berkembang sekelas Indonesia, dan atau negara-negara yang miskin atau belum maju, angka itu justru dapat dan bisa jadi berkah bagi keluarga yang ditinggalkannya.

Nurlela Syarief, seorang pensiunan Manajer Operasional pada perusahaan yang bergerak di bidang Haji-Umroh ini sangat boleh jadi mewakili ribuan dan bahkan jutaan umat Islam Indonesia dan dunia, yang umumnya justru merasa “lebih nikmat atau lebih menikmati” apabila bisa meninggal di Mekah, di dekat ka’bah pula. Adalah wajar-wajar saja bagi telinga umat Islam umumnya di tanah Air. Meninggal di Mekah memang dimaknai sebagai mati syahid, dan itu memang impian umat, kendatipun dengan cara yang tidak biasa. Seperti kejatuhan crane (mesin derek) sebagaimana yang mengarubiru berita seluruh dunia di Tanah Haram pada musim haji tahun 1436H.

Dan juga banyak umat yang tahu bahwa meninggal dunia itu bisa kapan saja dan di mana saja. Suatu ketetapan, qodla’ dan qodar Allah yang tidak bisa dimajukan dan tidak bisa dimundurkan oleh siapaun. Pun tak pula ada yang tahu apa yang akan terjadi esok hari. Secara tandas Al-Qur’an, pada penutup Surat Luqman, yang artinya,

“Allah lah yang memiliki pengetahuan tentang hari kiamat. Allah lah yang menurunkan air hujan. Allah mengetahui apa saja yang ada dalam rahim-rahim para ibu. Tidak ada seorang pun yang tahu apa yang akan ia kerjakan besok. Tidak ada seorang pun yang tahu di bumi mana kelak ia akan mati. Sungguh Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengawasi semua perbuatan manusia.” (Qs. Luqman [31]:34).

Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika umumnya keluarga jamaah haji asal Indonesia yang kehilangan anggota keluarganya, yang tertimpa crane pada musibah haji di Mekah, tak begitu mempersoalkan. Umumnya mereka pasrah dan menyerahkan hal tersebut sesuai dengan ketetapan takdir Allah. Dan bahkan jangan-jangan malah ada yang melihatnya berkah meninggal di Mekah.

Pada Surat Zukhruf (43) ayat 85, Allah Azza wa Jalla berfirman, “Mahatinggi Allah, Tuhan yang mempunyai kekuasaan di seluruh langit dan bumi serta semua yang ada di antaranya. Allah memiliki pengetahuan tentang hari kiamat. Kepada-Nyalah kalian semua kelak dikembalikan.” Sebelumnya bahkan pada Surat Yasin (36) ayat 32 juga Allah menegaskan, “Pada hari kiamat kelak, mereka semua akan dihadirkan ke hadapan Kami.”

Maka tak mengherankan do’a penyambutan dan bahkan dengan tahlil bertalu di segala pelosok Bumi Nusantara, pada negara kepulauan terbesar di dunia ini, memecah kesunyian. Mereka menghantarkan “kepergian”, kewafatan, dan para syuhada yang berhaji, yang telah menghadap Allah Azza wa Jalla di Bumi Mekah al-Mukarromah, hanya dengan lantaran saja kejatuhan crane.

Gema suara tahlil terdengar keras dari dalam rumah di Jalan RT 6 – RW 4, Desa Simojayan, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada sepotong siang yang terik di musim paceklik dan kemarau panjang yang menyengat. Tercatat beratus warga duduk bersila di dalam rumah, di sepanjang teras, balai-balai, hingga halaman rumah yang sudah dipasangi tenda biru. Tidak hanya laki-laki, tampak pula bahkan ibu-ibu yang duduk di bagian dalam rumah menyebut –dan salang menyahuti– kalimat-kalimat suci menganggungkan asma Allah Swt.

Seorang wanita berkerudung hijau tampak duduk tertunduk, sekali-sekali jari tangan kanannya menyeka air matanya yang merah dan terkadang membersihkan pipinya menggunakan sapu tangan yang terselip di telapak tangannya. Matanya sekilas berkali menyapu sebuah bingkai foto berukuran 10 R, terpampang foto pasangan suami istri yang kompak mengenakan batik merah. AdalahYunanti Shofa, putri sulung Mas’adi Saiman, seorang korban musibah mesin derek (crane) yang tersapu badai angin dan lautan pasir yang menyapu melanda Kota Mekkah, Arab Saudi, pada Jumat (11/9) petang, menjelang Maghrib.

Mata Yunanti tampak sembab, kalimatnya terbata-bata, mencerminkan sesungguhnya cobaan itu juga memerihkan hati. Kendati hati kecil sadar sepenuhnya tentang ayat-ayat Allah di atas, dan hikmah di balik peristiwa, juga secara langsung atau tidak langsung keberkahan Allah. Namun toh Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf, yang mengunjungi kediamannya, Rabu (16/9), sepenuhnya juga memahami, dan tak banyak mengeluarkan kata-kata. “Ini ujian dan Insya Allah bapak wafat dalam keadaan syahid dan sebagai syuhada Haji,” ujar Gus Ipul, sapaan akrab Wakil Gubernur Jatim menenangkan Yunanti.

Tampak pula seorang pria paruh baya bersila dan pandangannya seolah hampa, tak jauh dari Yunanti. Dia adalah Mashudi, putra kedua dari korban, yang tampak tercenung. Tak habis pikir meninggalnya ayah terpisah dari ibunya, yang alhamdulillah terselamatkan. Almarhum Mas’adi Saiman memang – seperti tercermina pada foto yang dibingkai dengan apik di atas –tak sendirian berangkat ke Mekah. Ia ditemani istrinya, Jamilah, yang ternyata – sesuai takdir dari Allah – selamat dalam musibah crane. Keduanya terdaftar sebagai calon haji kelompok terbang (kloter) 38 dari Embarkasi Surabaya, 6 September 2015.

Namun toh sekali lagi, Nurlela Syarief, yang berkali-kali mengikuti siaran televisi, memelototi setiap berita dari tanah Suci – dan tentunya tak sedikit yang sependirian dengannnya – memahami sepenuhnya “hikmah dan berkah” siapapun yang mati syahid di dekat ka’bah, di Mekah, di Tanah Haram. Sesuai dengan: tidak saja “yang dijanjikan”, juga “menjanjikan”. Sesuatu yang sungguh tak tepermanai dilubuk akal pikiran manusia.

Apalagi, seperti dituturkan pihak keluarga, sebelum berangkat menunaikan rukun Islam yang ke-lima, Mas’adi yang setiap harinya berprofesi sebagai guru mengaji di Serawak, Malaysia, pernah bercerita kepada anak dan keluarganya telah bermimpi bertemu Rasululullah SAW. “Saya tadi malam bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW dan ingin bertemu beliau kembali di Mekkah,” ucap Ahmad Faidzin, salah seorang keluarga, menirukan suara Mas’adi.

Inilah sesungguhnya, tidak saja impian tentang kematian yang sungguh diharapkan guru mengaji yang sholeh sekelas Mas’adi, di usianya yang berkalender 58 tahun, juga pada seorang Ibu sholihah sekelas Nurlela Syarief. Insya Allah.

Bedanya, ada sedikit tambahan dari yang tersebut belakang, sehubungan dengan janji Raja Salman dari Saudi yang menyantuni para korban senilai hampir Rp 4 milyar. Dan menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pun terus memacu jamaahnya, menyemangati untuk terus beribadah, dengan tak lupa untuk selalu mengambil hikmah, juga keberkahan, dari setiap peristiwa atau kejadian-kejadian yang bahkan sesungguhnya tak kita inginkan.

Badai Gurun dan Hujan Es

Badai besar dan lautan pasir yang bergulung-gulung mengombak Kota Mekah, dan mengakibatkan crane – alat berat yang dipakai untuk memperbaiki perluasan areal haji di Tanah Haramain — jatuh dan tergulung, seketika melipat-libat beratus jamaah dan mengakibatkan beratus pula jamaah melipatkan tangan mereka, menyedekapkan mereka yang menghadap Allah di Tanah Suci.

Pada musim Haji sekali ini rupanya pemerintah Kerajaan Saudi menetapkan tetap terus membangun areal dengan memperluas Masjidil haram bahkan di musim haji. Masjid suci peninggalan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail – yang diabadikan dengan Idul Kurban bagi Umat Islam di seluruh dunia pekan ini — diperluas oleh pemerintah Raja Salman, dengan target bakal terselesaikan pada tahun 2020, dan akan mampu menampung 1,85 juta jemaah. Maka penggarapan perbaikan terus dilanjutkan, diperkukuh, dan siapa nyana Allah Swt berketetapan lain. Beratus jamaah berjatuhan menjadi korban.

Toh Raja Saudi terus melanjutkan pembangunan. “Perluasan tak hanya dilakukan di area masjid, tetapi juga di area lapangan sekitar masjid dan mataf (area tawaf) dengan total area nantinya mencapai 1,47 juta meter persegi,” ujar Menteri Informasi dan Kebudayaan Adel Al Turaifi, Juni lalu seperti yang ditulis onislam.net.

Proyek memperluas areal peribadatan kelas dunia ini merupakan yang terbesar sepanjang sejarah Masjidil Haram. Seperti sering dipertontonkan di media televisi, kini masjid dengan sembilan menara itu mampu menampung 900 ribu jemaah. Dan pada setiap musim haji angka itu melonjak-lonjak bahkan menjadi empat juta jamaah haji. Maka tak ada jalan lain perluasan pembangunan mesti terus di kumandangkan, digerakkan. Bahwa badai pasir bermunculan menggilas rastus dan jamaah dan meruntuhkan crane, tak pula mengubah kebijakan Saudi untuk terus memperluas tempat ibadah umat Islam sedunia.

Nilai seonggok bangunan crane yang jatuh diperkirakan menelan biaya lebih dari 100 miliar riyal atau sekitar Rp 354 triliun. Ekspansi mencakup perluasan pada bagian halaman, terowongan, dan fasilitas pelayanan jalan lingkar pertama. Selain itu, ada pula penambahan 680 lift baru bagi jemaah disabilitas, penambahan 4.524 speaker untuk sistem suara, kamera pemantau sebanyak 6.635 unit, tambahan 2.100 toilet baru termasuk toilet kaum difabel, serta sistem pembersihan debu. Serta segepok program lainnya yang menjanjikan.

Namun juga sebagaimana yang dijanjikan, Allah menjanjikan sesuatu yang memang “menjanjikan” (menjadi impian umat Islam-pen), dan menjadi keniscayaan yang selalu diimpi-impikan nyaris seluruh umat Islam sedunia: yakni menjadi syuhada di Tanah Haramain, Mekah Almukarromah dan Madinah Almunawaroh. Wallahu a’lamu malaa ta’lamuun. [Agus Basri]

———————–

Makalah ini dimuat juga pada Majalah Risalah Mujahidin edisi 41. Baca selengkapnya dan daptkan majalahnya.

Pemesanan:

https://risalahmujahidin.com/pemesanan/

Informasi Perubahan Harga Majalah Risalah Mujahidin Per edisi 41 (edisi Oktober 2015) dan selanjutnya menjadi:

  • Harga Jawa Rp. 15.000,-
  • Harga Luar Jawa Rp. 16.000,-

Harap maklum…

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top