Setahun Berkuasa
Presiden Jokowi Ingkar Janji
Risalahmujahidin.com – Allah berfirman, “Mengapa kalian berkata akan berbuat sesuatu yang baik, tetapi ternyata tidak kalian lakukan? Sungguh amat besar murka Allah terhadap kalian karena tidak melakukan perbuatan baik yang telah kalian katakan itu.” (Q.s. Ash-Shaf [61]: 2-3)
Rasulullah Saw bersabda, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga macam, yaitu apabila ia berbicara berdusta, apabila berjanji ingkar, dan apabila dipercaya khianat.” (H.r. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Baru setahun berkuasa, pemerintahan Jokowi-JK yang diusung Kabinet Indonesia Hebat (KIH), sudah menuai protes rakyat Indonesia atas kinerjanya yang buruk, dan janji yang diingkari.
Pada Januari 2015 MUI mengeluarkan fatwa tentang kedudukan seorang pemimpin ingkar janji. Dalam fatwa itu disebutkan, boleh tidak menaati pemimpin yang memerintahkan sesuatu yang dilarang agama. Pemimpin publik yang tidak melaksanakan janji kampanye berdosa, dan tidak boleh dipilih kembali.
Selain itu, pemimpin publik yang melanggar sumpah dan/atau tidak melakukan tugas harus dimintai pertanggungjawaban melalui lembaga DPR, dan diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Masalahnya, hampir semua janji kampanye Pilpres 2014 tidak ditepati Jokowi. Sejak dilantik sebagai Presiden RI pada 20 Oktober 2014, berbagai kritik pedas ditujukan pada pemerintahan Jokowi-JK. Kinerja pemerintahannya disorot mulai kemerosotan ekonomi, penegakan hukum, hingga tuntutan prestasi atas perbaikan kinerja pemerintah dalam berbagai bidang.
Oleh karena itu, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) dinilai banyak pihak, masih terlalu banyak program-program dan kebijakan yang dikeluarkan, sering salah. Banyaknya kesalahan itu mengakibatkan rakyat sangat kecewa dan marah, karena berbeda jauh dari harapan yang diberikan Jokowi-JK saat berkampanye. Untuk meredam kemarahan rakyat, pasangan Jokowi-JK disarankan supaya memperbaiki kegagalan selama setahun memimpin. Terutama sekali, harus berani keluar dari segala jeratan orang-orang yang ada di baliknya, yang seakan menyetirnya dalam memimpin bangsa ini.
Janji yang di Ingkari Jokowi
Di bawah pemerintahan Jokowi-JK kehidupan rakyat semakin melarat dan sengsara. Harga kebutuhan pokok meroket, pengangguran dan utang negara kian membumbung tinggi. Sementara daya beli rakyat kian lemah, nilai tukar rupiah amblas menghadapi dolar.
Krisis ekonomi semakin dalam akibat salah urus, meskipun Jokowi sudah berjilid-jilid mengeluarkan paket kebijakan ekonomi. Semuanya hanya menjadi lip service belaka. Orientasi kebijakan Jokowi hanyalah pencitraan seperti yang digambarkan oleh Gubernur BI Agus Martowardoyo.
Indonesia semakin bergantung kepada China, dan berpotensi Indonesia akan menjadi ‘jajahan’ China. Bukan hanya masuknya modal dan investasi, tapi sekarang China juga mengirim orang-orang yang jumlahnya ribuan orang ke Indoneisa.
Semua pembangunan infrastruktur diserahkan kepada China. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno telah memutuskan China sebagai mitra bisnis untuk membangun proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Rini sudah membuat ‘deal’ dan menandatangani proyek senilai Rp 520 triliun dengan BOC (Bank of China). Rini juga memasukkan modal kepada Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI, yang artinya ini menyerahkan Bank-Bank nasional Indonesia kepada China.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno akhirnya mengklarifikasi terkait pinjaman sebesar Rp520 triliun ke China, yang diduga sebagai piutang lancar BUMN yang digadaikan ke asing.
Dia menjelaskan, saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerja ke China pada Februari 2015 bersama beberapa menteri kabinet kerja, dalam kesempatan tersebut juga diadakan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian BUMN dengan National Development Reformation Commission (NDRC) milik Negeri Tirai Bambu tersebut.
“Perlu kami jelaskan, waktu itu Presiden (Jokowi) bersama tim menteri mengunjungi China pada Februari, dan saat itu diadakannya penandatanganan MoU antara Kementerian BUMN dengan NDRC. Itu semacam Bappenas China, tapi juga membawahi BUMN China,” terangnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/6/2015).
Penjelasan Rini belum bisa menghilangkan keresahan rakyat. Sebuah surat elektronik yang ditujukan pada Menteri BUMN mengindikasikan keresahan itu.
Iramawati Oemar, nama penulisnya, mengatakan, “Sejak bu Rini menggandeng 3 Bank BUMN untuk mendapatkan hutang dari China, sumpah hati saya teriris, kenapa ibu tega menggadaikan 3 bank BUMN itu?
Ibu membawa 3 Bank BUMN, lalu mendapatkan pinjaman/hutang yang langsung cair, sebesar USD 3 miliar atau setara Rp. 43,28 triliun. Masing-masing Bank mendapat USD 1 M atau Rp. 14,426 T. Untuk apa pinjaman itu, Bu Rini?
Ketiga Bank itu tak bisa menggunakannya untuk hal lain, sebab dikhususkan untuk pembiayaan proyek infrastruktur. Apalagi, proyek infrastruktur itu kontraktor (investor) dari China.”
Kebijakan ekonomi rezim Jokowi ini paralel dengan langkah yang diambil oleh Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri. Ketika menghadiri Konferensi para pengusaha China se-Asia Pasific, yang berjumlah 3.000 orang di Bali, dengan sangat jelas Mega mempersilakan pengusaha China untuk investasi di Indonesia. Bahkan, pembangunan kereta api cepat, Jakarta-Bandung, diserahkan kepada China.
Megawati juga melakukan pertemuan dengan Sekjen Komite Sentrral (CC) Partai Komunis Cina (PKC), Xi Jinping di Beijing. Mega membuka kantor di Beijing, dan meresmikan rumah Soekarnno. Megawati bertekad membangun poros Jakarta-Beijing, seperti yang dilakukan ayahnya Soekarno, yang membangun poros komunis Jakarta-Peking, yang bukan hanya poros perdagangan dan ekonomi.
Lalu janji apa saja yang diingkari rezim Jokowi? Hampir semua janji kampanye Jokowi belum ada yang direalisasikan. Janji untuk mensejahterakan rakyat, melalui kebijakan ekonomi, kartu sakti, semuanya belum terbukti. Termasuk menangani bencana kebakaran dan asap, yang sudah menjadi perhatian dunia internasional. Jokowi tidak berani bertindak tegas, karena sudah menyangkut kepentingan pengusaha China. Lahan-lahan yang dibakar itu, adalah terkait dengan para taoke China.
Walaupun Jokowi-JK menerbitkan dokumen dalam agenda HAM Nawacita. Tapi faktanya, pemerintahannya dinilai gagal dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM).
Daftar ingkar janji Jokowi kian panjang, misalnya terkait rencana membangun Tol Laut. Janji ini termaktub di dalam RPJMN 2015-2019, akan dikembangkan 24 pelabuhan, akan selesai di tahun 2019: 210 pelabuhan penyeberangan; pembangunan/ penyelesaian 48 pelabuhan baru di tahun 2016, dan direncanakan total 270 pelabuhan selesai di tahun 2019. Kemudian pembangunan kapal perintis 50 unit, 60 unit dan 104 unit; pengembangan 21 pelabuhan perikanan, direncanakan 22 unit di tahun 2016 dan 24 unit di tahun 2019.
Terhadap janji itu, telah muncul kritik dari tokoh seperti Emil Salim, Sultan Hamengkubuwono, dll. Emil mempertanyakan dari mana dana untuk membiayai “Tol Laut” padahal Indonesia masih negara miskin.
Selanjutnya tercatat suara kritis datang dari Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X. Menurut Sultan, gagasan Tol Laut Jokowi hampir sama dengan Tol Laut milik China. Bedanya Tol Laut dikembangkan China bertujuan melakukan ekspansi pasar produk mereka ke global, sementara Tol Laut Jokowi hanya untuk mempermudah distribusi dan perjalanan antar pulau di Indonesia.
Dia pun memperingatkan jika jalur Tol Laut Indonesia nantinya berkolaborasi dengan China maka Indonesia hanya membuka pintu lebar bagi China untuk memasarkan produknya di Indonesia.
Direktur Indonesia Maritim Institute, Dr. Yulian Paonganan menegaskan, untuk dipahami, sejak zaman dahulu, perairan nusantara sudah menjadi poros maritim dunia, di mana kapal-kapal dagang dunia melintasinya.
Artinya, konsep poros maritim yang didengungkan Jokowi menunjukkan ketidakpahaman atas substansi dan kondisi realistik geostrategis, geopolitik, dan geoekonomi Indonesia.
Selain masalah suplai kapal laut, Indonesia juga masih dihadapkan dengan kurangnya ketersediaan pelabuhan dengan infrastruktur baik. Pasalnya, dari banyak pelabuhan yang ada di Indonesia, sebagian besar belum memiliki infrastruktur penunjang yang baik.
Di lain pihak, suara kritis juga datang dari mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) menggelar aksi di depan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Senin (9/3).
Dalam aksi ini mahasiswa ingin membangunkan Jokowi dari tidurnya, karena banyak janji-janjinya belum direalisasikan untuk Aceh. Selain itu, mahasiswa juga meminta pada Jokowi dengan janjinya membangun Tol Laut dari Aceh sampai Papua.
Menurut mereka sampai saat ini jangankan untuk membangunnya, cikal bakal pun belum terlihat sama sekali. “Segera bangun tol dari Aceh hingga Papua sebagaimana pernah dijanjikan dulu,” tutupnya.
Jika dari 24 pelabuhan baru, dibangun setahun 6 pelabuhan, maka setahun Jokowi berkuasa setidaknya sudah terbangun 6 pelabuhan. Tapi, apa kenyataannya, satu pelabuhan pun belum ada, tak usahlah konstruksi, perencanaan teknis saja belum ada. Masih jauh dan gelap, hanya janji belaka.
Kenyataan inilah yang mendorong para mahasiswa dan buruh turun ke jalan. Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) menyatakan konsepsi-konsepsi yang ditawarkan Jokowi-JK hanya ilusi. Masyarakat dan bangsa ini belum benar-benar merasakan harapan itu terbangun secara nyata, bahkan mendekati kenyataan saja belum. “Rakyat hanya merasakan konsep ilusi yang dibungkus dengan rapi,” tulis siaran pers PB PMII.
Sementara “Aliansi Kader HMI Menggugat” yang melakukan unjuk rasa menyambut satu tahun pemerintahan Jokowi-JK di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (16/10/2015).
Dalam aksinya mereka menuntut dibatalkannya seluruh proyek infrastruktur yang berdampak buruk terhadap aspek ekologis maupun lingkungan. Mereka juga menuntut pemerintah agar melakukan moratorium atas proyek reklamasi pantai di seluruh Indonesia, batalkan proyek Kereta Api Cepat Bandung-Jakarta, dan perkuat fundamental ekonomi nasional serta hentikan pinjaman utang kepada berbagai lembaga internasional.
Tuntutan lainnya adalah pemerintah harus mengubah postur belanja modal APBN agar tidak hanya fokus pada sektor infrastruktur melainkan pula sektor riel. Perkuat peran negara dalam perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), tuntut ganti rugi sebesar mungkin dari perusahaan pelaku pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera, serta percepat dan maksimalkan realisasi anggaran pemerintah.
Di bagian lain, Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Beni Pramula mengatakan, satu tahun pemerintahan Jokowi-JK ekonomi nasional justru semakin liberal. Dia menilai pemerintahan Jokowi telah membuka keran liberalisasi disemua sektor.
“BBM disesuaikan dengan harga pasar, membuka keran investasi seluas-luasnya ditunjang dengan paket deregulasi yang cenderung menjual daripada menguntungkan negara,” kata Beni di Jakarta, Minggu (18/10/2015).
“Janji mengembangkan mobil Esemka, juga bohong belaka. Alih-alih menciptakan lapangan kerja baru malah memberikan karpet merah kepada ribuan pekerja asing. Sementara Pemutusan Hubungan Kerja menjamur. Rupiah menembus angka Rp.13.000/Dolar. Memperpanjang izin ekspor kepada PT. Freeport walaupun melanggar UU Minerba, dan menjamin perpanjangan Kontrak Karya PT. Freeport yang jelas-jelas melanggar UU,” tambahnya.
Selain itu, katanya, satu tahun pemerintahan Jokowi-JK, politik nasional juga makin gaduh. Begitu juga dengan penegakan hukum yang sulit terwujud.
“Leadership lemah, Indonesia di era Jokowi, layaknya republik multipilot. Jokowi tak bisa melepaskan diri dari kepentingan elit politik dan para pemilik modal besar di belakangnya. KPK dan kepolisian malah semakin lemah. Sejumlah kasus-kasus besar semakin tak jelas penyelesaiannya. Saat ini, Sumatera dan Kalimantan sedang darurat asap. Aktivitas masyarakat sangat tergangu, dan bahkan sampai menimbulkan korban jiwa. Pemerintah lamban dalam menangani darurat asap. Alih-alih menangani darurat asap, malah sibuk mengajukan draf revisi UU KPK,” ungkapnya.
Menurunkan Jokowi
Sampai sekarang, masih banyak orang berpikir bahwa seorang Joko Widodo sebenarnya belum pantas menjadi presiden. Itu pula sebabnya, sekalipun baru setahun berkuasa sudah ada yang memprediksi kejatuhan rezim Joko Widodo.
Budayawan sepuh yang mantan anggota DPR, Ridwan Saidi, misalnya mengibaratkan pemerintahan Joko-JK sebagai kartu mati dalam permainan kartu. Karena, pemerintahan Joko-JK sangat buruk, sehingga tak akan bisa melakukan perubahan yang lebih baik untuk negeri ini.
“Pemerintah Jokowi ini sudah kartu mati. Tidak ada kerjaan, hanya berkelahi sesama mereka. Kita tidak bisa dipimpin oleh kartu mati,” kata Ridwan dalam acara Grup Diskusi Indonesia: “Evaluasi 1 Tahun Jokowi-JK” di Kantor Perhimpunan Gerakan Keadilan, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (18/10).
Ia bahkan mengatakan, secara teks, unsur-unsur dan faktor-faktor yang membuat Joko jatuh sudah ada. “Tinggal waktunya kita tunggu. Bukan tidak mungkin, tiba-tiba ada kabar Jokowi sudah jatuh, karena sekarang perubahan sudah enggak bisa dihindarkan lagi,” tuturnya.
Kendati Joko jatuh, tambahnya, tidak serta-merta JK atau Jusuf Kalla akan menggantikan Joko. Karena, JK sebagai wakil presiden juga sudah sama-sama tidak mampu memimpin bangsa ini. “JK kartunya sudah patah, sudah enggak bisa dikocok. Yakinlah perubahan akan ada,” tuturnya.
Dalam acara yang sama, politisi Partai Golkar Ariady Achmad punya pandangan senada. Dia memperkirakan, Joko akan jatuh dari kursi kepresidenan tidak akan lama lagi, mungkin pada akhir tahun ini. Karena, pada akhir tahun ini akan dilaksanakan pilkada serentak secara nasional. Pilkada tersebut, tambahnya, kemungkinan besar akan memicu munculnya konflik besar yang menyebabkan terjadinya kerusuhan nasional.
Nada pesimis juga datang dari pakar hukum tata negara Margarito Kamis. Ia mengatakan, Joko amat layak diturunkan jika tetap menjadi boneka yang hanya dipermainkan orang lain, sehingga tidak mungkin bisa diharapkan lagi untuk menciptakan perubahan ke depan. Agar tak jadi boneka, katanya, Joko harus berani ‘mengkhianati’ orang-orang yang mendukung dirinya saat pemilihan presiden lalu. Joko tidak boleh taat pada kepentingan mereka demi membangun bangsa ini agar lebih baik. Langkah ini merupakan langkah yang paling rasional.
“Jokowi harus ‘berkhianat’ kepada orang-orang yang membantu dia saat pilpres lalu. Berkhianatlah. Saya kira ini pilihan yang paling masuk akal,” tutur Margarito.
Berdasarkan data dan fakta ingkar janji ini, dan mengacu pada falsafah Pancasila dan UUD 1945 dan juga Fatwa MUI tentang Ingkar Janji Pemimpin Publik. Maka dari segi integritas, Jokowi dapat dianggap tidak kompeten sebagai Presiden RI. Menurut fatwa MUI, Jokowi tidak layak menjadi pemimpin apalagi Presiden, karena tidak melaksanakan amanah, kewajiban, serta melalaikan janji kampanyenya.[]
———————–
Makalah ini dimuat juga pada Majalah Risalah Mujahidin edisi 42. Baca selengkapnya dan daptkan majalahnya.
Pemesanan:
https://risalahmujahidin.com/pemesanan/
Informasi Perubahan Harga Majalah Risalah Mujahidin Per edisi 41 (edisi Oktober 2015) dan selanjutnya menjadi:
- Harga Jawa Rp. 15.000,-
- Harga Luar Jawa Rp. 16.000,-
Harap maklum…